Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-10-01 at 11.34.20.jpeg
Sebaran data korban keracunan MBG versi Badan Gizi Nasional. (Tangkapan layar YouTube Komisi IX DPR RI)

Intinya sih...

  • Tidak boleh menuntut jika ada masalah

  • Tidak ada penjelasan untuk perlindungan penerima manfaat

  • Berharap ada penjelasan aturan main yang terbuka

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Majalengka, IDN Times- Maraknya kasus keracunan siswa setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) mengundang kekhawatiran dari sebagian wali murid. Apalagi hingga saat ini belum diketahui kemana wali murid meminta pertanggungjawaban ketika anaknya keracunan program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran itu.

Salah satu wali murid di Kabupaten Majalengka Doni Ikbal mengatakan, sekolah anaknya, saat ini sudah mendapat jatah MBG. Namun, Doni mengaku belum mendapat kejelasan secara rinci terkait aturan main dan konsekuensi ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari program MBG itu.

"Kami browsing pun, belum mendapat keterangan yang jelas. Yang saya dapat seputar teknis pendirian dapur, seperti jumlah penerima manfaat setiap dapur, jarak dapur dengan sekolah dan lain-lain," kata dia.

1. Tidak boleh menuntut jika ada masalah

Infografis keracunan MBG (IDN Times/Aditya Pratama)

Sejak sekolah anaknya mulai menerima jatah MBG, Doni menjelaskan memang sempat ada rapat. Namun, dalam rapat itu lebih menekankan kepada kewajiban dari penerima manfaat.

Dalam rapat itu, jelas dia, pihak sekolah menyampaikan beberapa poin MoU yang dibuat oleh pihak dapur dengan sekolah. Salah satu poin dari MoU itu yakni adanya larangan wali murid menuntut saat terjadi keracunan.

"Ada beberapa poin yang disampaikan, salah satunya larangan menuntut saat ada keracunan," jelas dia.

Selain itu, Doni juga menjelaskan, dalam rapat tersebut disampaikan juga terkait kewajiban penerima manfaat ketika ada ompreng yang hilang.

"Wali murid harus mengganti sebesar Rp80 ribu ketika ompreng hilang atau rusak," jelas dia.

2. Tidak ada penjelasan untuk perlindungan penerima manfaat

Aksi Protes Keracunan MBG, Puluhan Ibu di Jogja Pukuli Panci. (IDNTimes/ Herlambang Jati)

Dari hasil rapat tersebut, Doni menilai ada beberapa hal yang dinilai belum dijelaskan secara menyeluruh. Hak dari penerima manfaat, kata dia, salah satu poin yang tidak disampaikan secara rinci kepada pihak penerima manfaat, dalam hal ini wali murid.

"Saya sempat nanya ketika ada keracunan, bagaiamana penanganannya? Hak dari penerima manfaat bagaimana. Dan itu tidak bisa dijelaskan," jelas dia.

Sebagai wali murid, jelas dia, ada kekhawatiran tersendiri dengan kasus keracunan yang marak terjadi di beberapa daerah. Apalagi anaknya saat ini masih duduk di kelas I salah satu SDIT.

"Anak usia segitu kan lagi masa perkembangan. Dan juga mungkin belum bisa benar-benar membedakan makanan layak dan tidak layak," papar dia.

"Ada kebijakan agar sebelum dibagikan kepada siswa, menu itu diicip dulu oleh pihak pengantar, itu bukan solusi. Kan reaksi keracunan itu tidak selalu seketika. Bisa dalam durasi sekian jam sejak memakan makanan, baru berdampak," papar dia.

3. Berharap ada penjelasan aturan main yang terbuka

Menu MBG di salah satu dapur SPPG Magetan. IDN Times/Riyanto.

Dengan kembali berkaca dari kasus yang terjadi, Doni berharap pihak terkait bisa memberi kejelasan secara menyeluruh. Tidak hanya seputar menu, masyarakat penerima manfaat juga berhak mendapatkan penjelasan terkait 'hak-haknya.'

"Kalau tidak lewat sekolah, mungkin bisa diunggah. Sehingga semua masyarakat bisa mengakses. Yang prinsip juga, seperti jaminan higenis dan ahli gizi kurang dijelaskeun," kata dia.

Di lapangan, Doni tidak menampik munculnya narasi-narasi terkait dampak positif dari program MBG itu, di antaranya membuka lapangan pekerjaan. Namun, Doni juga meminta ada penjelasan yang utuh terkait program tersebut

"Pihak sekola melakukan sosialisasi soal MBG karena 93 persen dari 200 siswa setuju (sekolah itu ada MBG). Tapi mayoritas gak hafal teknis dan hak sebagai penerima manfaat," jelas dia.

Meskipun sebagian besar setuju, Doni menyebut banyak ditemukan makanan yang masih tersisa. "Ada laporan dari pihak wali murid, banyak makanan yang tidak termakan, nyisa. Akhirnya dikumpulkan dan dibawa untuk pakan ayam," jelas dia.

Editorial Team