Mahasiswa Bandung Ubah Pola Ajakan Aksi agar Tak Sekadar Fomo

Bandung, IDN Times - Di tengah perkembangan pemanfaatan media sosial dalam berbagai ajakan aksi yang dilakukan mahasiswa untuk turun ke jalan, tak sedikit dari mahasiswa hanya sekedar menyebarkan informasi tersebut tanpa ikut aksi. Mereka hanya fomo (Fear of Missing Out) atau takut ketinggalan momen maupun informasi. Alhasil ajakan untuk aksi mahasiswa itu hanya mendengung di media sosial tapi minim aksi nyata.
Untuk mengubah paradigma tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) Jawa Barat coba memanfaatkan media sosial dengan cara berbeda. Salah satunya membuat media anti-mainstrem yang fokus dalam mengkritisi kebijakan pemerintah, tapi isinya tetap menyenangakn.
"Jadi kami membuat media alternatif yang menjadi kontra narasi dan narasi-narasi mainstream atau dominan dikelola banyak media massa, termasuk pemerintah," kata Ketua BEM-SI Jabar, Arief Tegar saat dihubungi IDN Times, Minggu (27/10/2024).
Media tersebut dikelola secara terstruktur tapi tetap memberikan penyadaran kepada masyarakat agar sama-sama mengawal berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memberikan banyak manfaat pada masyarakat.
1. Beradaptasi dengan kebutuhan publik

Mahasiswa Universitas Komputes Indonesia ini menuturkan, saat ini terlalu banyak media massa yang isi kontennya sama saja. Bahkan sedikit yang kemudian fokus mengkritisi pemerintah. Sayangnya, media seperti ini yang sekarang digandrungi masyarakat termasuk anak muda kalangan millennial dan Gen Z.
Maka, untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan esensi mengawal pemerintah, BEM-SI Jabar berupaya agar media massa yang dibangun beradaptasi dengan kebutuhan tersebut.
"Kita siapkan konten-konten lucu muatannya, tapi disisipkan berbagai narasi kita agar kemasannya kekinian," kata dia.
2. Mahasiswa makin aktif bersuara usai 'Peringatan Darurat'

Menurutnya, memang ada perubahan pola dari mahasiswa yang dulu kerap ramai turun ke jalan melakukana aksi, kemudian sekedar memanfaatakan media digital dalam propaganda yang disampaikan. Namun, sekarang setelah adanya aksi 'Peringatan Darurat' yang membuat mahasiswa bersatu dan turun ke jalan, makin banyak kegiatan termasuk diskusi buku.
"Jadi kami cukup berterimakasih juga dengan adanya kasus kemarin sekarang propaganda dari mahasiswa makin masif di masing-masing kampus. Diskusi pun banyak jadi makin aktif kegiatan mahasiswa sekarang," kata dia.
Bukan hanya sekedar menggelar diskusi, berkat kasus kemarin sekarang mahasiswa dari berbagai kampus jadi lebih sering melakukan silaturahmi, dengan bertandang dari satu kampus ke kampus lainnya.
3. Momentum harus dijaga, mahasiswa wajib mengambil peran

Arief menjelaskan, saat ini banyak hal harus dikawal dengan keberadaan pemimpin baru di Indonesia dengan berbagai program yang disiapkan. Itu juga coba dilakukan BEM-SI Jabar di mana dalam waktu dekat akan menggelar aksi peringatan Sumpah Pemuda.
Di tengah perubahan pemikiran sekarang, BEM-SI Jabar ingin melakukan refleksi apakah Sumpah Pemuda dulu tetap relevan dengan keadaan sekarang atau tidak. Jangan sampai pada pemuda justru mengabaikan momen ini karena banyak hal positif bisa diambil pada Sumpah Pemuda.
"Pemuda harus mengambil peran untuk menyatukan semangat perjuangan menjadi satu bangsa Indonesia. Maka hari ini rasa-rasanya anak muda juga perlu kembali mengambil peran berani mengkritik segala bentuk penindasan," kata dia.