Indramayu, IDN Times - Ma'had Al-Zaytun selama ini disebut masyarakat sangat tertutup dari lingkungan sekitar. Kawasan yang luas membuat masyarakat tak bisa melihat secara langsung aktivitas para santri dan pendidik.
Luas lahan yang dimiliki Al-Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, memang luas mencapai 1.600 hekktare. Namun, hanya sekitar 320 hektare saja yang dijadikan tempat pendidikan para santri. Sisa lahannya dipakai untuk menamam berbagai jenis pohon hingga menjalankan roda kemandirian ekonomi dari segi pangan.
IDN Times berkesempatan mengunjungi Ponpes Al-Zaytun pimpinan Panji Gumilang. Anggota Pengawas Lembaga Kesejahteraan Masjid, Masjid Rahmatan Liľalamin (LKM MRLA) Mohamad Nurdin A Tabit, yang menerima kunjungan IDN Times kemudian mengajak berkeliling melihat konsep green economy yang bisa membuat ponpes ini lebih mandiri menyediakan kebutuhan pangan seluruh santri, pendidik, dan pekerja setiap harinya.
Dia menuturkan, jumlah orang yang tinggal di Al-Zaytun mencapai ribuan. Setiap hari ada jadwal makan sebanyak tiga kali. Jika semua kebutuhan tersebut harus didapat dengan membeli maka keuangan yang dimiliki yayasan tidak memadai. Untuk itu konsep green economy dengan menyediakan pangan secara mandiri pun dilakukan.
Untuk kebutuhan beras misalnya, ponpes Al-Zaytun sudah mememiliki lahan sawah. Dari lahan-lahan tersebut gabah hasil panen kemudian diolah sendiri di areal ponpes untuk menjadi beras agar bisa dikonsumsi dan disimpan. Selain itu, kelebihan produksi beras yang ada juga bisa dijual melalui koperasi.
"Kami punya silo yang tempat menyimpan gabah sampai 1.000 ton. Ini semua Kami produksi sendiri berasanya di sini. Stok beras kami bisa sampai 18 bulan," kata Nurdin, Senin (10/7/2023).
Kebutuhan untuk beras yang dikonsumsi mencapai 1.500 kilogram (kg) per hari. Sementara ada juga beras yang mampu dijual sekitar 65 ton dalam sebulan.