Ilustrasi PHK. (dok. IDN Times)
Roy meminta agar pemerintah Garut tidak membiarkan adanya PHK pada para pegawai ini. Ia mendorong agar pemerintah mengupayakan agar PT Danbi tetap berjalan.
"Kalau alternatif itu tidak bisa diterima, maka pemerintah Garut harus kawal hak-hak buruh agar segera terselesaikan sesuai UU. Kami khawatir proses pailit ini tidak terselesaikan," ucapnya.
Di sisi lain, Roy berkomentar alasan pabrik tutup karena adanya penurunan order. Menurutnya, hal ini harus jadi pembahasan pemerintah pusat dan provinsi untuk memajukan pasar domestik, mengingat terus melemahnya pasar internasional.
"Karena yang pertama kalau bicara kondisi perusahana padat karya itu persoalannya mereka enggak punya order. Mereka punya barang tapi enggak laku. Di sisi lain dipasarkan di domestik Indonesia malah dibanjiri barang impor yang murah sehingga barang-barang yang diproduksi dalama negeri kalah bersaing," ungkapnya.
Lebih lanjut, Roy menambahkan, pemerintah perlu melakukan mitigasi tentang alasan perusahaan paling tidak dalam satu tahun terkhir penyebab perusahaan tutup untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan solusi yang terbaik.
Terakhir, pemerintah pun perlu membuka lahan kerja untuk industri-industri padat karya agar dapat menyerap angkatan kerja baru maupun korban PHK.
"Sekarang kan banyaknya padat modal yang penyerapan tenaga kerjanya sedikit. Jabar harus mendorong agar investor itu banyak meyerap yang PHK dan lulusan sekolah, dan pemerintah harus membuka keran ekspor ke negara lain jangan hanya bergantung pada Eropa."
"Kalau tetap begitu, ketika ada masalah geopolitik, perdagangan jadi terganggu," tutur Roy.
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Firman Desa mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat kelima perusahaan ini tutup.
"Kalo Bapintri memang selalu mengalami kerugian pada saat pandemik, dan puncaknya sekarang mereka tutup. Kemudian untuk Danbi mereka dipailitkan oleh salah satu vendornya," kata Firman.
"Tapi memang Danbi ini dari tiga tahun sebelumnya sudah bermasalah, yang awalnya dipicu oleh krisis ekonomi global, di mana permintaan order sangat menurun dari pasar Eropa," tuturnya.