ilustrasi barang bawaan mudik (unsplash.com/Curated Lifestyle)
Momentum libur Lebaran yang biasanya menjadi ajang panen bagi industri batik, kini justru menjadi ajang persaingan ketat. Banyak wisatawan datang ke Cirebon untuk membeli oleh-oleh, namun sebagian besar lebih memilih produk murah ketimbang batik asli yang harganya lebih tinggi.
Maryati mengungkapkan, menjelang Lebaran, penjualan memang meningkat, tetapi sebagian besar wisatawan masih tertarik dengan produk tekstil bermotif batik yang lebih terjangkau.
“Biasanya, wisatawan mencari oleh-oleh yang murah meriah. Produk tekstil motif batik itu banyak dijual dengan harga jauh di bawah batik tulis. Kami harus bisa lebih kreatif agar batik asli tetap diminati,” jelasnya.
Komarudin menambahkan edukasi kepada konsumen menjadi kunci utama agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya membeli batik asli dibandingkan dengan produk tekstil bermotif batik.
Untuk menghadapi tantangan ini, para pengrajin dan pengusaha batik mulai melakukan berbagai inovasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah memperluas pemasaran melalui platform digital seperti media sosial dan marketplace.
“Kami sekarang harus melek teknologi. Banyak pelanggan yang mulai beralih ke belanja online, jadi kami juga harus ikut masuk ke pasar digital agar bisa menjangkau lebih banyak pembeli,” kata Maryati.
Beberapa pengrajin juga mulai menawarkan produk batik dengan harga yang lebih bervariasi, termasuk batik cap lebih terjangkau dibandingkan batik tulis. Langkah ini diambil agar mereka tetap dapat bersaing di pasar yang semakin ketat.
Selain itu, kolaborasi dengan desainer lokal dan internasional juga mulai dilakukan untuk menciptakan produk batik yang lebih modern dan diminati generasi muda.
“Kami sadar bahwa tren mode terus berkembang. Oleh karena itu, kami harus bisa mengikuti selera pasar tanpa meninggalkan nilai tradisional batik Cirebon,” ujar Komarudin.