Bandung, IDN Times - Truk pengangkut air terparkir di depan depot air minum isi ulang yang berada di perumahan Pinus Regency, Soekarno Hatta, Kota Bandung. Tulisan 'Air Manglayang' terpampang besar di badan truk sebelah kanan. Seakan memberi informasi kepada siapapun yang melintas jalanan bahwa air yang dibawa truk ini didapat dari mata air pegunungan Manglayang.
Siang itu, sekitar pukul 14.00 WIB, sopir sudah sibuk menurunkan selang besar untuk memindahkan muatan truk ke dalam galon oranye berukuran 1.000 liter milik depot air minum Pak Budi. Tak butuh lama, air sudah berpindah tempat. Siap sedia diisikan ke dalam setiap galon kosong yang sudah menumpuk di halaman ruko.
Depot isi ulang milik Budi sendiri sudah menggelar lapak sebelum matahari menerangi jalanan. Galon dari berbagai merek yang sudah diisi air isi ulang disimpan berjejer. Memudahkan pembeli yang datang untuk menukarkan galon kosong dengan galon berisi.
"Lebih dari 50 galon saya isi ulang di sini tiap hari. Ya lumayan banyak yang beli. Ada yang dipakai minum langsung, ada juga dipakai masak," ujar Glen, pekerja di depot air minum Pak Budi ketika berbincang dengan IDN Times, Minggu (13/6/2021).
Selama pandemik, lanjut Glen, pembelian air isi ulang di tempatnya meningkat. Aktivitas warga yang lebih banyak berada di rumah membuat konsumsi air ditengarai jadi musababnya.
"Ya mungkin karena banyak di rumah jadi kan minum juga lebih banyak. Terus masak juga lebih sering. Jadi orang lebih banyak beli air buat dipakai," kata dia.
Selama ini masyarakat yang membeli air isi ulang di depotnya percaya dengan kualitas air yang dikelola. Hampir tidak ada orang yang bertanya kualitas air isi ulang ini.
"Ada suratnya, tapi ga tahu di mana. Kita juga suka ko ada pemeriksaan," klaim Glen ketika ditanya mengenai surat hasil uji lab air.
Meski demikian, Glen bisa memastikan air yang dihasilkan dari depotnya sudah layak minum, karena dia sudah menguji dan mendapatkan sertifikat layak dari Dinas Kesehatan Kota Bandung.
Salah satu pelanggan setia depot isi ulang Pak Budi adalah Wardhani. Wanita 28 tahun ini tengah mengontrak salah satu rumah di Pinus Regency. Hampir setiap minggu dia mengisi air di depot isi ulang yang dipakai memasak.
Sesekali air dari isi ulang dikonsumsi langsung ketika galon merek lain yang selama ini digunakan minum telat datang mengirim suplai.
"Ya murah kan cuman Rp5.000 udah dapat segalon, lumayan buat masak. Air di perumahan ini jelek soalnya. Kuning dan ada bau besinya. Jadi buat masak dan minum saya ga pernah pakai air dari sumur. Kalau air bukan isi ulang bisa sampai Rp15.000 per galon. Mahal (dipakai memasak)," kata Wardhani.
Karena lebih banyak bekerja dari rumah selama pandemik COVID-19, Wardhani cukup banyak mengkonsumsi air untuk memasak maupun minum. Dalam sepekan dia bisa menghabiskan dua galon untuk air minum dan dua galon untuk memasak. Berbeda ketika berada di kantor, masing-masing hanya satu galon habis dalam seminggu.
Setahun sudah membeli air di depot isi ulang, Wardhani tidak pernah mengetahui secara pasti kondisi air yang dikonsumsi. Dia hanya bisa percaya sekaligus pasrah, berusaha yakin bahwa pelaku usaha depot isi ulang menjual air yang higienis.
"Mudah-mudahan lah aman. Sejauh ini ma belum ada keluhan mules atau gimana sih," ungkapnya.