Ilustrasi pementasan drama teater "I La Galigo" oleh Bakti Budaya Djarum Foundation dan Yayasan Bali Purnati yang berlangsung di Jakarta pada 2019. (Dok. Istimewa)
Sang kreator sekaligus sutradara pementasan Rachman Subur menjelaskan, mulanya teater 'Wawancara dengan Mulyono' itu diselenggarakan untuk merayakan 43 tahun perjalanan kreatifnya. Hanya saja, saat akan mempersiapkan penyelenggaraan, pintu lokasi acara tiba-tiba tergembok manajemen kampus.
"Seharusnya pertunjukan dilaksanakan Sabtu 15 Februari 2025 pukul 19.00 WIB, di ISBI Buah Batu Bandung, ternyata pintu tempat pertunjukan sudah digembok oleh pihak rektorat ISBI Bandung, alias dilarang dipentaskan alias dipasung karya teater tersebut," kata Rachman dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).
Baliho terkait penyelenggaraan teater 'Wawancara dengan Mulyono' dan peluncuran buku monolog, menurut dia sudah dua kali diturunkan oleh manajemen ISBI. Ia pun menganggap hal itu sebagai larangan untuk menggelar teater.
"Bagi saya penurunan baliho adalah pelarangan. Saya sudah minta pimpinan ISBI menerbitkan surat larangan bagi pertunjukan 'Wawancara dengan Mulyono' dan peluncuran buku 'Teks-Teks Monolog' saya," ujarnya.
Lebih lanjut, permintaan terkait surat larangan itu tak kunjung diterima oleh Rachman. Padahal dengan surat itu, Rachman mengaku akan menerima jika pementasan teaternya batal digelar.
"Dengan adanya surat larangan agar menjadi terang dan jelas masalahnya. Sampai hari ini surat larangan itu tidak ada. Sungguh memprihatinkan keberadaan kampus almamater saya ini," ucap pensiunan dosen ISBI ini.
"Bahkan sampai waktunya pertunjukkan, pintu tempat pertunjukan sudah digembok oleh rektorat ISBI Bandung, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," tuturnya.
Akibat lokasi acara yang digembok, menurutnya puluhan penonton merasa kecewa. Namun Rachman pada akhirnya tetap meluncurkan buku monolog di malam tersebut.
Rachman juga mempertanyakan sikap ISBI yang dianggapnya telah membunuh karya seniman. Sementara, aparat keamanan tidak mempermasalahkan penyelenggaraan pementasan teater tersebut.
"Padahal pihak keamanan (polisi) dalam mengurus perizinan tidak ada masalah, tidak ada pelarangan oleh pemerintah. Ini hanya tindakan rektorat ISBI yang pengecut dan penakut sehingga membungkam bahkan membunuh karya kreatif seni dari para seniman yang dilahirkan oleh ISBI itu sendiri," kata dia.