Bandung, IDN Times - Tumpukan kertas bekas yang sudah terpotong kecil-kecil dalam sebuah plastik besar diambil menggunakan mangkuk. Sedikit demi sedikit kertas disimpan dan direndam dalam bak berukuran 1x40 sentimeter (cm). Menunggu sekitar 10 menit, potongan kertas tersebut berubah dari kering menjadi lembek. Limbah kertas itu lantas dimasukkan ke dalam mesin penggiling untuk dihaluskan sehingga menjadi bubur.
Aktivitas tersebut menjadi sebuah rutinitas di salah satu sudut ruangan Sekolah Luar Biasa (SLB) Cicendo, di Kota Bandung, Jawa Barat. Tiga orang siswa dengan sigap sedari pagi sudah memakai celemek dan menyingsingkan celana panjangnya untuk mengolah limbah kertas menjadi kertas daur ulang yang bisa dibuat menjadi berbagai macam produk.
Salah satu siswa yang mengerjakan daur ulang adalah Fatih. Siswa kelas 1 SMA SLB Cicendo ini sangat menikmati waktu ketika harus bergelut dengan tumpukan kertas bekas dan peralatan yang membuat pakaiannya basah. Meski pendengarannya kurang berfungsi baik, tapi untuk mendaur ulang kertas bekas, Fatih aktif berkomunikasi.
"Mereka sambil buat kertas daur ulang kalau ada yang salah ya pakai bahasa isyarat. Kadang saya ngerti tapi jawabnya ya sebisa mungkin yang penting mereka paham apa yang harus dibuat," kata Asti Gustiasih, pendiri Cemara Paper ketika berbincang dengan IDN Times, Rabu (26/6/2024).
Sementara dua siswa lainnya, Andre dan Andra, menjadi penanggung jawab mencetak bubur kertas dalam bingkai kayu. Bubur kayu yang sudah tercetak dalam bingkai kemudian dikurangi kadar airnya memakai rakel kayu layaknya sedang menyablon pakaian.
"Suka bagi-bagi tugas. Hari ini Andre sama Andra ini bagian cetak kertas, Fatih yang buat buburnya. Buat bubur kertas juga harus ahli, mereka pas pegang buburnya sudah tahu lembut atau belum biar bisa masuk ke pencetakan," lanjut Asti.
Asti menuturkan, kehadiran Cemara Paper yang berfokus pada daur ulang limbah kertas bekas didirikan setelah dia mengikuti sebuah pelatihan bersama penyandang disabilitas lainnya pada 2018. Kala itu perusahaan BUMN Biofarma mencari difabel agar bisa dilatih untuk membuat kerajinan dari limbah kertas.
Mengikuti pelatihan hampir satu bulan, Asti yang selama ini menjadi ibu rumah tangga melanjutkan hasil pelatihannya dengan membuat kertas daur ulang bersama difabel lain di Jalan Cemara, Sukajadi, atau mengerjakannya di rumah pribadi di sekitar Setiabudi. Kertas yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk dibuat menjadi buku agenda agar bisa dipasarkan ke berbagai instansi pemerintah.
Lebih dari setahun Asti yang juga penyandang disabilitas daksa menikmati aktivitas pembuatan kertas daur ulang. Hingga akhirnya pandemik COVID-19 menerjang Indonesia awal 2020. Kegiatan berkumpul dengan penyandang disabilitas lainnya sesama pembuat kerta daur ulang terhenti.
Di tengah kegelisahan karena gelombang virus corona, Asti nyatanya tak patah arang. Dia tetap menjalankan hobi barunya tersebut meski tak tahu akan jadi apa limbah kertas yang telah diolah. Dari awal 11 difabel yang ikut serta membuat kertas daur ulang, perlahan berkurang menjadi tiga, dan sekarang hanya menyisikan dia sendiri.
Pada 2022, Toto, suami dari Asti melihat ada potensi terselubung dari kertas daur ulang ini. Toto kemudian mencoba fokus bahu membahu dengan Asti untuk membuat berbagai produk dari kertas daur ulang agar tak hanya jadi sekedar kertas untuk buku agenda.
Gayung bersambut, keinginan untuk mengembangkan produksi ini mendapat dukungan termasuk dari SLB Cicendo untuk menyediakan sebuah ruangan agar Cemara Paper bisa berproduksi dengan tempat yang lebih memadai.
Ruangan berukur 15x4 meter pun sekarang menjadi kandang bagi Cemara Paper. Sejumlah peralatan seperti penggiling kertas hingga pengepresan ada di ruangan ini. Berbagai bingkai kayu dengan ukuran yang berbeda-beda pun tersedia di sini.