Ilustrasi e-commerce (IDN Times/Arief Rahmat)
Seiring dengan pagebluk COVID-19, masyarakat mulai memaksimalkan pembelian barang kebutuhan secara daring. Pemanfataan e-commerce pun tidak terelakan. Alhasil peralihan sistem penjualan dari luring (offline) menjadi daring sangat perlu dilakukan pelaku usaha, tak terkecuali UMKM.
Akademisi dari Universitas Padjadjaran Yudi Azis mengatakan, pandemik setidaknya menghadirkan empat peralihan besar dalam perilaku konsumen, yakni kemunculan solidaritas sosial, digitalisasi (go virtual), kecenderungan bekerja dari rumah, dan masyarakat yang fokus untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Perubahan perilaku konsumen bekerja dari rumah dan berkembangnya sistem digital memunculkan sistem perekonomian baru, yakni low touch economy atau pembelian barang minim interaksi secara langsung.
Dalam hal digitalisasi, pemanfaatan akses tersebut semakin meningkat seiring perkembangan jaman. Digitalisasi ini adalah sebuah keniscayaan, walaupun harus mempertimbangkan beberapa aspek seperti segmen, target, dan juga pembeli.
“Semakin besar usaha, dan jangkauan luas, serta konsumen tidak terlalu loyal maka perlu dilengkapi dengan channel tambahan digital. Tentu dengan asumsi harus ada resources (sumber daya) yang disiapkan. Jangan sampai ketika (UMKM) tidak siap malah menjadi boomerang,” ujar Yudi.
Menurutnya, dalam perkembangan digitalisasi UMKM pemerintah harus memberi dukungan penuh. Mereka bisa membantu dalam penguatan promosi maupun pembiayaan. Selain itu juga dukungan dari sisi peningkatan literasi digital dan penguatan kompetensi para pelaku UMKM.
“Meski secara umum sudah mengenal e-bisnis tapi untuk menjadi pelaku e-bisnis ada kompetensi tambahan yang harus dipahami. Jangan sampai e-bisnis ini menjadi beban tambahan atau masalah baru karena kekurangan kompetensi,” papar Yudi.
Untuk menunjang literasi digital, perusahaan e-commerce Shopee mulai gencar melakukan edukasi, salah satunya melalui Kampus UMKM Shopee Ekspor yang juga sudah berdiri di Kota Bandung.
Head of Public Affair Shopee Redynal Nataprawira mengatakan, fasilitas ini merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kemudahan bagi pelaku UMKM untuk berkembang termasuk dalam pemasaran produk hingga ke luar negeri.
"Kita berkomitmen untuk membangun 100 ribu UMKM Jabar agar bisa ekspor pada 2022," ujar Redynal.
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Jawa Barat, jumlah UMKM mencapai 85 persen dari total unit usaha. Adapun serapan tenaga kerja dari UMKM mencapai 74,63 persen atau sekitar 8,5 juta pekerja. Diproyeksikan jumlah UMKM di Jabar pada 2021 mencapai 6,25 juta unit usaha.
Sebagai salah satu daerah dengan populasi terbanyak di Indonesia, Jawa Barat memiliki segudang potensi dalam perkembangan UMKM. Keunikan pelaku usaha di Tanah Sunda mampu menjadi daya jual kepada konsumen baik dalam dan luar negeri.
Dengan kehadiran Kampus UMKM Ekspor Shopee, pelaku usaha di Bandung dan sekitarnya bisa memanfaatkan berbagai akses yang ada di fasilitas ini untuk membangun usahanya hingga dikenal banyak orang.
Bertempat di Jalan BKR Nomor 27, banyak hal bisa dilakukan di Kampus Shopee. Mulai dari tempat etalase produk UMKM, ruangan video dan pemotretan, hingga ruang untuk siaran langsung memperkenalkan produk kepada konsumen.
Semua fasilitas ini gratis tidak dipungut biaya. UMKM tinggal datang dan mendaftar atau melakukan pendaftaran secara daring. "Jadi yang ingin foto produk kita ada ruangannya. Juga buat yang mau buat video tempatnya ada dan alat penunjang disiapkan," papar Redynal.
Per Maret 2021, perusahaan ini sudah mampu mengekspor produk UMKM mencapai 1,5 juta item. Penjualan ini menjangkau enam negara tujuan ekspor, yakni Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, dan yang terbaru pasar Brasil. Jutaan produk itu diekspor lewat kanal Kreasi Kreasi Nusantara dari Lokal untuk Global.