(IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Setelah Pilpres dan Pileg yang dilakukan secara bersamaan, kemudian masyarakat disuguhkan kembali untuk memilih pasangan kepala daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota. Apalagi tidak adanya keselarasan para partai pengusung dari tingkat provinsi hingga daerah.
Faktor lainnya yaitu masa kampanye yang tergolong pendek. Menurutnya, dengan waktu kampanye yang diberikan hanya dua bulan untuk pasangan calon baik di provinsi dan kabupaten kota membuat tidak mampu mengajak para pemilih untuk menyalurkan hak suaranya.
"Kampanye ini kan waktu durasi waktu untuk kampanye itu kan sangat pendek hanya dua bulan. Sehingga menurut hemat saya bisa jadi ya seorang kandidat itu dia tidak memiliki cukup waktu untuk mengajak pemilih, kemudian memastikan pemilih itu bisa mendapatkan pilihan politiknya," katanya.
Sementara, mengenai sosok figur dalam Pilkada ini juga turut mempengaruhi tingkat partisipasi, secara umum, dikatakan Ahamad elektabilitas dan popularitas dari pasangan calon ini bisa lebih maksimal jika ada penambahan waktu dalam masa kampanye.
"Popularitas seorang kandidat tidak bisa kita hitung. Misalnya paslon 1, paslon 2, paslon 3, paslon 4, dan seterusnya. Nah, karena dengan situasi yang popularitas yang cukup rendah, maka elektabilitas pun juga pasti akan sama rendahnya," ujarnya.
"Makanya ini yang paslon-paslon ini kan mesti cukup ruang untuk bisa membuka diri kan gitu. Pasca Pilpres dan Pileg ini kan belum ada jeda waktu istirahat ya. Karena modelnya serentak di tahun yang sama 2024 hanya beda beberapa bulan sehingga konsolidasi dari setiap misalnya anggaplah partai politik itu tidak cukup optimal menurut saya," lanjut Ahmad.