Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi PPDB sebelum masa pandemik. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Bandung, IDN Times - Peneriman Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 yang menggunakan sistem zonasi turut menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih dengan sistem zonasi yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) disinyalir semakin banyak oknum yang bermain agar anaknya bisa masuk sekolah tertentu.

Dengan PPDB sistem zonasi, maka siswa yang mendaftar wajib menyertakan kartu keluarga (KK) untuk kemudian dicek kedekatannya dengan sekolah. Hal ini kemudian membuat oknu tertentu berupaya memanipulasi data dalam KK, sehingga sudah ditemukan penggunaan KK bodong.

" Sebenarnya harus dihukum (penggunaan KK bodong). Kan dia gak jujur dan gak adil. Maka detail itu KPK harus masuk dan semua tim kementerian harus ikut mengawasi," ujar Saut dalam acara Diskusi tentang Korupsi yang digelar di Pasca Sarjana Unisba, Selasa (25/6).

1. Bila dibiarkan kecurangan akan merembet ke berbagai elemen

IDN Times/Sukma Shakti

Saut menjelaskan, pengawasan ini penting agar tidak ada oknum dari masyarakat, siswa, maupun yang lain memanfaatkan kelemahan dari sistem PPDB zonasi. Tak hanya itu, sifat korup sudah terjadi pada kalangan pegawai sekolah hingga orang tua murid saat menyekolahkan ankanya, bisa jadi sifat ini juga akan menular pada perguruan tinggi.

Padahal, lanjutnya, sistem ini dilakukan pementah karena ingin membuat pemerataan kepintaran di setiap sekolah sama. Sehingga ke depan anak-anak bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang juga serupa, tidak ada istilah sekolah unggulan dan tidak, melainkan semuanya rata.

"Jadi semua SMA punya standar sama, tidak ada SMA favorit," kata dia.

Dengan adanya pilihan SMA favorit, jelas lebih membuat celah koruptif semakin tinggi karena ada kepentingan sekolah untuk menjaring siswa yang ingin masuk ke sekolah tersebut.

2. Siapkan sekolah alternatif

Editorial Team

Tonton lebih seru di