ilustrasi anak muda yang sedang belajar (pexels.com/Yan Krukau)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti tes kehamilan itu. Tindakan tersebut dinilai diskriminatif atau menjadikan perempuan sebagai objek.
"Prihatin dengan tindakan tersebut, sebab menempatkan anak perempuan sebagai objek seksual. Harusnya edukasi bagaimana mencegah, bukan melakukan tes kehamilan. Karena fokusnya malah menjadi ke perempuan, sehingga memengaruhi psikologinya. Meskipun tujuannya baik, implementasinya menjadi lain," kata Komisioner KPAI Ai Maryati.
Dia mengatakan, laki-laki pun memiliki peran sebagai penyebab. Oleh karena itu, langkah tes kehamilan ataupun ekstremnya tes keperawanan dinilai tidak tepat.
"Tanggung jawab itu harusnya menyeluruh. Tapi kebijakan ini menempatkan sebab dan akibat pada perempuan. Sementara peran laki-laki terabaikan," kata dia.
Aktivis Perempuan Cianjur Lidya Umar juga menyayangkan kebijakan sekolah terkait tes kehamilan. Dia menilai, program tersebut dapat berdampak pada psikologi anak.
"Ya sangat disayangkan, harusnya cenderung ke pembinaan bukan sampai ke arah tes. Karena itu ranah privasi yang harusnya dilindungi. Dampaknya ke psikologi anak," ucap Lidya.