Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250718_165739.jpg
Kegiatan pesta rakyat di Garut ricuh. IDN Times/istimewa

Intinya sih...

  • Kompolnas meminta Polda Jabar segera memberikan kepastian hukum terkait tragedi pasar rakyat dalam rangkaian acara pernikahan putra sulung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi

  • Fakta-fakta yang dikumpulkan telah memenuhi untuk melakukan gelar perkara, dan pihak yang dimintakan klarifikasi sudah cukup banyak

  • Insiden yang menelan korban jiwa dapat dikaitkan dengan Pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman mencapai lima tahun penjara

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Polda Jawa Barat segera memberikan kepastian hukum terkait tragedi pasar rakyat dalam rangkaian acara pernikahan putra sulung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Maula Akbar dengan Wabup Garut Putri Karlina

Insiden itu terjadi pada Jumat (18/7/2025), menyebabkan tiga orang meninggal dan puluhan orang terluka. Mereka yang berpulang adalah Vania Aprilia (8), Dewi Jubaedah (61), dan anggota Polri Bripka Cecep Saeful Bahri. Kedua mempelai menyatakan siap bertanggungjawab.

Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim mengatakan, Polda Jabar mestinya sudah dapat menyimpulkan apakah kejadian tersebut masuk kategori pidana atau bukan. Ini tak terlepas dari fakta-fakta yang dikumpulkan Kepolisian.

"Seharusnya Polda Jabar sudah menyelesaikan dan memberikan kepastian hukum, apakah penyelidikannya dapat disimpulkan sebagai peristiwa pidana atau bukan," katanya saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (26/8/2025).

1. Harusnya sudah ada fakta baru

Perawatan korban tragedi di Garut. Dokumen Humas Polda Jabar

Dia menuturkan, Kompolnas ikut melakukan pemantauan langsung ke Polda Jabar dan bertemu dengan penyidik pada awal Agustus 2025. Menurutnya, fakta-fakta yang dikumpulkan telah memenuhi untuk melakukan gelar perkara.

Berdasarkan hasil pemantauan langsung pada Agustus, Kompolnas ke Polda Jabar untuk bertemu dengan penyidik itu fakta-fakta yang sudah dikumpulkan penyidik itu sudah memadai untuk dilakukan gelar, diambil kesimpulan sudah memadai.

"Pada saat awal Agustus penyidik barangkali masih melakukan pendalaman lain tapi kalau saat ini kita duga banyak tambahan hasil fakta selanjutnya," kata dia.

2. Segera beri kepastian

Suasa rumah duka korban tragedi Pasar Rakyat Wabup Garut. IDN Times/Debbie Sutrisno

Menurutnya, pihak yang dimintakan klarifikasi sudah cukup banyak. Dengan data tersebut seharusnya ada kepastian hukum karena ada korban jiwa dalam kegiatan tersebut.

"Apakah ada fakta-fakta yang menunjukkan bukti sebagai peristiwa pidana atau bukan itu," tambahnya menegaskan.

Dia mendorong agar Polda Jawa Barat segera memberikan kepastian hukum dalam insiden ini, mengingat terdapat tiga korban jiwa.

"Karena ini terkait dengan tiga korban, kalau memang tidak ada ya tidak ada saja, itu kalau kepentingan Kompolnas, segera diberikan kepastian," ujarnya.

3. Pihak yang bertanggung jawab bisa dipenjara lima tahun

Wakil Bupati Garut Putri Karlina dan suaminya Maula Akbar Mulyadi Putra

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Nusantara, Leni Anggraeni menyebut, insiden yang menelan korban jiwa itu dapat dikaitkan dengan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai kelalaian yang menyebabkan kematian.

Ancaman hukuman dalam pasal tersebut mencapai lima tahun penjara, namun penerapannya harus mempertimbangkan sejumlah aspek.

"Apakah disebabkan kurang kehati-hatian, kelalaian atau kesengajaan. Sehingga nantinya bisa menentukan hukum yang diterapkan," kata Leni, ditulis Kamis, 24 Juli 2025.

Ia menambahkan, unsur kesengajaan dalam sebuah peristiwa hukum memiliki bobot yang lebih berat. Dalam hukum pidana, kesengajaan terbagi menjadi tiga jenis: kesengajaan sebagai tujuan (opzet als oogmerk), kesengajaan dengan kesadaran atas kepastian akibat (opzet bij zekerheids-bewustzijn), dan kesengajaan dengan kesadaran atas kemungkinan akibat (opzet bij mogelijkheids bewustzijn).

"Lalu ada kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheids-bewustzijn), dan kesengajaan keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheids bewustzijn)," ujarnya.

Leni menilai, meskipun penjelasan tiap jenis kesengajaan membutuhkan waktu, namun secara umum, jika ditemukan unsur kesengajaan, maka ancaman hukuman maksimal bisa diterapkan. Oleh karena itu, proses pemeriksaan terhadap seluruh pihak yang terlibat menjadi sangat penting.

"Sehingga untuk menentukannya, semua pihak yang terlibat perlu untuk diperiksa. Baik dari pihak penyelenggara, pengamanan dari aparat hingga yang menyuruh dan pihak-pihak lainnya," kata dia.

Ia mencontohkan kemungkinan kelalaian di pihak pengamanan, seperti aparat yang tidak fokus menjalankan tugas karena bermain ponsel atau tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Dia berharap kejadian serupa tidak terulang. Ia menekankan pentingnya langkah preventif dalam setiap kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan, baik oleh aparat maupun penyelenggara.

Ia juga mengingatkan agar proses penyelidikan berjalan secara objektif, tanpa pandang bulu, mengingat keterlibatan sejumlah tokoh penting dalam acara tersebut.

Editorial Team