Bandung, IDN Times – Di balik keindahan Desa Adat Waerebo yang berada di ketinggian pegunungan Manggarai, masyarakatnya masih menghadapi keterbatasan dasar yang jarang terlihat wisatawan: akses listrik yang belum memadai. Desa yang dikenal sebagai “Kampung di Atas Awan” itu selama ini hanya mengandalkan panel surya dengan waktu operasi terbatas.
Warga Waerebo baru bisa menikmati cahaya listrik pada pukul 18.00 hingga 24.00 waktu setempat. Kondisi ini memengaruhi kegiatan malam hari, mulai dari aktivitas belajar, kerja rumah, hingga persiapan adat yang membutuhkan penerangan memadai. Keterbatasan energi membuat ruang gerak warga terasa sangat terbatas.
Melihat kebutuhan tersebut, tim Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan inisiatif untuk menghadirkan sumber energi yang lebih stabil, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Mereka menggagas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dengan memanfaatkan potensi aliran sungai di sekitar desa.
Kegiatan ini dipimpin oleh Hadi Kardhana, dari Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air FTSL-ITB, bersama sejumlah mahasiswa yang terjun langsung melakukan survei dan perencanaan teknis di lapangan.
