Alumni Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB ini mengakui jika desa memang memiliki potensi lumbung pangan yang besar dari hasil pertanian dan peternakan. Akan tetapi, jika banyak pemuda dari desa yang pergi ke kota untuk mencari kerja, maka tidak akan ada regenerasi. Akhirnya, potensi desa tidak akan bisa dimanfaatkan oleh penduduk lokalnya sendiri.
Oleh sebab itu, dia sadar jika pemuda desa harus bisa menciptakan lapangan kerja sendiri yang bisa memberdayakan desa sekaligus merangkai rantai perputaran bisnis agar kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal terjuwud.
“Ada banyak masalah yang saya hadapi ketika terjun ke lapangan. Salah satunya adalah banyaknya rantai pasok. Hal ini memutus keuntungan para peternak di desa. Artinya, cost yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan apa yang mereka terima. Cost yang ditekan membuat peternak harus mencari pakan seadanya. Hal ini akan berdampak pada kualitas daging ternak,” katanya.
Bayu pun menuturkan, daging ternak yang tidak berkualitas akan berefek pada manusia yang memakannya seperti mengundang penyakit dan memengaruhi perilakunya.
Masalah lain yang harus Bayu hadapi adalah jaminan kualitas daging halal. Pasalnya, peternakan berkaitan erat dengan kehalalan. Peran penting peternak tidak hanya sekedar menjual saja, tapi juga harus memastikan dan menjamin hewan ternaknya sehat, berkualitas, dan disembelih dengan cara halal. Sehingga, daging yang sampai di meja makan itu bisa dikonsumsi dengan baik guna terwujud makanan halal dan thayyib (baik).
“Intinya, harus kita kontrol from farm to table,” ujar Bayu.