Kisah Ema Sumarna, dari Plh Wali Kota Bandung Kini Divonis 5 Tahun Bui

- Ema Sumarna, ASN Kota Bandung lulusan IPDN, menjadi Sekda dan Plh Wali Kota
- Digugat oleh Benny Bachtiar saat menjabat Sekda, kemudian menjadi Plh Wali Kota
- Terlibat kasus korupsi pengadaan CCTV dan PJU Bandung Smart City, divonis 5 tahun penjara
Bandung, IDN Times - Nama Ema Sumarna sempat bersinar di birokrasi Pemerintah Kota Bandung pada lima tahun ke belakang. Lulusan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) kini menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu banyak menorehkan prestasi selama menjadi ASN di Pemkot Bandung.
Berbekal lulusan dari IPDN, Ema sudah mencicipi jabatan-jabatan strategis di pemerintahan, memulai dari Lurah, Camat, Kepala Bagian di beberapa unit kerja, Kepala Dinas, serta Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kota Bandung, sudah pernah dirasakannya. Ema tercatat pernah menjadi ajudan Gubernur Jawa Barat pada tahun 1996, kemudian 1999 jadi Sekretaris Pribadi Gubernur.
Pria kelahiran Sumedang 7 Desember 1966 itu turut meraih piagam penghargaan yang diadakan oleh Lembaga Administrasi Negara RI juga penghargaan Satyalancana karya satya 20 tahun dan Satyalancana karya satya 30 tahun.
1. Menjadi Sekda Kota Bandung dan digugat Benny Bachtiar

Dengan jabatan yang mentereng, Ema Sumarna pun sempat diberikan mandat menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung pada 2017. Jabatan tersebut pun menjadi jembatan dirinya hingga menjadi Sekda Kota Bandung. Namun, saat itu penunjukannya tidak berjalan 100 persen mulus.
Saat itu Benny Bachtiar mengklaim telah mengantongi surat rekomendasi pelantikan dari Kemendagri, KASN dan Gubernur Jabar sebagai Sekda Kota Bandung. Namun, almarhum Wali Kota Bandung saat itu Oded M. Danial resmi melantik Ema Sumarna secara langsung.
Kondisi ini sempat membuat tegang, hingga akhirnya Benny Bachtiar mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung Kamis (23/5/2019) siang.
Saat itu Benny merupakan Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kota Cimahi, kini menjadi Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik. Hanya saja, pada akhirnya Ema Sumarna secara sah menjadi Sekda Kota Bandung.
2. Jadi Plh Kota Bandung selama kurang lebih enam bulan lamanya

Setelah menjabat sebagai Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna kariernya terus meningkat hingga akhirnya menjadi Plh Wali Kota setelah terjadinya penangkapan Yana Mulyana oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bandung Smart City. Keputusan ini sesuai dengan surat dari Gubernur Jawa Barat nomor 16/KPG.07/Pemotda, dibuat pada 16 April 2023.
Di mana saat itu, gubernurnya masih Ridwan Kamil. Namun, Emil juga memastikan penunjukan ini berdasarkan arahan Kemendagri di mana Sekda lah yang menjadi Plt setelah Wali Kota Bandung, Yana Mulyana diamankan.
Dari awal ditunjuk menjadi Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna harus kembali mengisi jabatan Sekda setelah adanya penunjukan Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono alias Abenk pada 20 September 2023.
Bambang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat, akhirnya menggantikan posisi Ema Sumarna selama masa Pilkada.
3. Sempat masuk radar jadi Wali Kota Bandung

Saat masa pilkada, Ema Sumarna sempat dirumorkan maju menjadi bakal calon wali kota Bandung. Bahkan, namanya sempat muncul dalam radar Bacalon Wali Kota Bandung 2024-2029. Namun, Ema Sumarna saat ini memastikan belum tertarik untuk maju sebagai Wali Kota Bandung atau Wakil Wali Kota Bandung.
Ema memastikan saat itu tengah fokus untuk membantu jalannya birokrasi pemerintahan di lingkungan Pemkot Bandung.
Adapun beberapa nama yang muncul saat itu yakni, Plt Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Ema Sumarna, Ketua DPC PDI-P kota Bandung Ahmad Nugraha, Ketua DPD Golkar kota Bandung Edwin Sendjaya, Ketua DPC PKB Kota Bandung H. Erwin, Anggota DPR RI dari Partai Nasdem, Muhamad Farhan, Andri Rusmana (PKS).
4. Jadi tersangka dan divonis lima tahun penjara

Selain masuk radar Pilkada, Ema Sumarna ternyata juga masuk radar KPK, di mana saat itu dirinya turut diperiksa oleh Komisi Antirasuah ini atas kasus korupsi dan gratifikasi program Bandung Smart City. Bahkan, setelah pemeriksan selang beberapa hari dirinya dicekal untuk bepergian ke luar negeri.
Hingga akhirnya, nama Ema Sumarna turut dibacakan sebagai tersangka oleh KPK bersama dengan eks anggota DPRD Kota Bandung yaitu Yudi Cahyadi, Riantono, Achmad Nugraha dan Ferry Cahyadi Rismafury.
Kariernya di birokrasi pemerintahan mulai meredup, dan didakwa oleh KPK telah menyuap empat anggota DPRD Kota Bandung sebesar total Rp1 miliar. Uang tersebut disinyalir adalah sebagai bentuk hadiah lantaran telah mengesahkan penambahan anggaran di Dishub Sebesar Rp47 miliar pada APBD perubahan 2022.
Dalam perubahan anggaran tersebut salah satunya terkait pengadaan CCTV dalam program Bandung Smart City. Setelah itu, Ema kemudian dituntut selama 6 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, akhirnya Ema Sumarna divonis hukuman penjara 5 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi pengadaan CCTV dan penerangan jalan umum (PJU) dan penerangan jalan lingkungan (PJL) Bandung Smart City, Selasa (24/6/2025).
Ema terbukti melakukan tindak penyuapan kepada empat anggota DPRD Kota Bandung dan menerima gratifikasi. Vonis tersebut dibacakan oleh hakim ketua Dodong Iman Rusdani saat sidang putusan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Kota Bandung.
Majelis hakim memvonis Ema Sumarna dengan hukuman penjara 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan. Hukuman penjara dikurangi dengan lamanya terdakwa berada di dalam tahanan.
Hakim pun memberikan hukuman tambahan yaitu harus membayar uang pengganti senilai Rp 676,76 juta. Apabila terdakwa tidak sanggup membayar maka diganti dengan pidana selama 2 tahun penjara.
Ema terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama.
Selain itu, dituntut melanggar Pasal 12B, Junto Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP, seperti dalam dakwaan kumulatif kedua.