Bakti Sosial Kampung Toleransi Jamika, Bandung. (Istimewa)
Setelah terbentuk pengurus, kegiatan seperti tasyakuran mulai digelar. Kegiatan ini, kata dia, selalu diselenggarakan menjelang 17 Agustus di setiap tahun. Aparat kewilayahan juga dijadikan sebagai pembina dan turut terlibat.
Tjahaja bilang, dalam kegiatan itu panitia selalu melibatkan semua penganut kepercayaan, seperti Agama Islam, Katolik, Konghucu dan ada juga acara kebangsaan seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya dan bakti sosial bersama.
"Kami ber-SK tapi tanpa anggaran, jadi kita memang baksos dari pihak ketiga dan yang berelasi ke RW. Jadi baksos ini penyandang di luar RW 04, walaupun ada dari dalam tapi donatur besar dari luar," ungkapnya.
Dengan semua kegiatan yang digelar oleh pengurus, toleransi masyarakat terbangun dan terbentuk. Menurutnya, ego rasa paling benar dalam beragama tentu ada di setiap masing-masing orang. Namun, ketika digabungkan dalam satu kegiatan sosial maka akan luntur dan bercampur menjadi satu.
"Secara umum kami sudah toleran dan ini lebih intens. Saya bangun toleransi, ketua sebelumnya adalah Pak Ustad, berikutnya saya (pendeta), dan ini kita berkomunikasi dari agama lain. Jadi soal keagmaaan kami langsung cepat respons," katanya.
Kecurigaan antar masyarakat yang berbeda agama kemudian hadir dalam tempat ibadah tertentu juga menurun. Bagi warga RW 04, ketiaka pendeta datang ke halaman Masjid tidak akan dicurigai karena sudah mengenal satu sama lain.
"Saya senang sekarang banyak kampung toleransi, paling tidak Kota Bandung jadi lebih baik, hidup dalam toleransi dan saling menghargai antar umat beragama," kata dia.