Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ketika Pejalan Kaki di Cirebon Tak Lagi Punya Ruang Aman

IMG-20250701-WA0002.jpg
Trotoar di Jalan Sunan Drajat, Kabupaten Cirebon yang berubah jadi taman
Intinya sih...
  • Jalan Tuparev dan Sunan Drajat simbol ketimpangan mobilitas
  • Jalan Sultan Agung dan Fatahillah: trotoar dipinggirkan demi komersial
  • Kawasan Batik Trusmi: ramai wisatawan, sepi perlindungan pejalan kaki
  • Ketiadaan rencana induk trotoar: masalah yang tak pernah tuntas

Cirebon, IDN Times- Keberadaan trotoar yang aman dan nyaman menjadi dambaan lama warga Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Namun hingga pertengahan 2025, cita-cita itu masih jauh dari kenyataan.

Di banyak ruas jalan utama, pejalan kaki harus beradu ruang dengan pedagang kaki lima, parkir liar, bahkan tiang listrik dan taman yang menempati badan trotoar.

Kondisi ini memperlihatkan kalau infrastruktur pedestrian belum menjadi prioritas dalam perencanaan wilayah perkotaan Cirebon.

1. Jalan Tuparev dan Sunan Drajat simbol ketimpangan mobilitas

IMG-20250701-WA0003.jpg
Trotoar di Jalan Sunan Drajat, Kabupaten Cirebon

Pantauan di lapangan menunjukkan kondisi trotoar yang memprihatinkan, terutama di ruas Jalan Tuparev dan Jalan Sunan Drajat, yang merupakan urat nadi ekonomi dan layanan publik di Kabupaten Cirebon.

Di sepanjang Jalan Tuparev, trotoar nyaris tidak dapat diakses karena dipenuhi lapak pedagang dan kendaraan bermotor yang parkir sembarangan.

Sementara di Jalan Sunan Drajat, yang menjadi akses penting ke kawasan pemerintahan dan kawasan layanan publik, trotoar terlihat sempit, tidak rata, dan tanpa pelindung. Banyak pengguna jalan terpaksa turun ke aspal untuk menghindari tiang-tiang utilitas yang berdiri tepat di tengah trotoar.

"Kalau jalan kaki di sini harus hati-hati. Kadang lewat trotoar juga nggak aman karena ada sepeda motor naik ke atas," keluh Siti Masithoh, warga Sumber, Kabupaten Cirebon yang setiap hari berjalan kaki di kawasan Sunan Drajat.

2. Jalan Sultan Agung dan Fatahillah: trotoar dipinggirkan demi komersial

IMG-20250701-WA0004.jpg
Trotoar di Jalan Pangeran Kejaksan, Kabupaten Cirebon

Di Jalan Sultan Agung yang berada di pusat kota Sumber, wajah trotoar tak jauh berbeda. Trotoar yang harusnya menjadi hak pejalan kaki telah berubah fungsi.

Di sisi barat jalan, badan trotoar dipakai untuk menanam taman kecil yang justru menyempitkan akses. Di sisi timur, tiang listrik, papan reklame, dan lapak semi permanen mengambil alih jalur pedestrian.

Situasi serupa juga tampak di Jalan Fatahillah. Pejalan kaki tampaknya bukan menjadi perhatian utama dalam desain jalan ini. Trotoar bergelombang, tidak tersambung, dan sering kali berujung pada area parkir yang menyulitkan akses.

"Trotoarnya bolong-bolong. Kadang rumput liar tumbuh tinggi, malah kayak kebon," ujar Diah, pegawai honorer yang setiap hari berjalan kaki dari terminal Sumber ke kantor.

3. Kawasan Batik Trusmi: ramai wisatawan, sepi perlindungan pejalan kaki

IMG-20250701-WA0001.jpg
Trotoar di Kawasan Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon

Ironi paling nyata terlihat di kawasan Batik Trusmi, sentra wisata belanja batik yang tiap hari dipadati ratusan wisatawan domestik.

Alih-alih menyambut pengunjung dengan infrastruktur pedestrian yang nyaman, kawasan ini justru memperlihatkan kekacauan tata ruang.

Trotoar hanya hadir sepotong-sepotong, dan sebagian besar dipakai untuk parkir motor pribadi dan tempat berjualan para pedagang kaki lima (PKL).

Para pejalan kaki harus berjalan di sela-sela kendaraan terparkir, menghindari selokan terbuka, dan menghindari tumpukan barang dagangan dari toko batik yang memanfaatkan trotoar sebagai etalase tambahan.

"Pernah saya jalan kaki ke toko batik, malah jatuh karena trotoarnya nggak rata dan banyak batu," cerita Tati, wisatawan dari Bandung.

Padahal, kawasan Batik Trusmi punya potensi untuk ditata seperti Malioboro di Yogyakarta, di mana pejalan kaki diberikan prioritas dan kenyamanan untuk menikmati suasana pusat kerajinan. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda penataan terpadu.

4. Ketiadaan rencana induk trotoar: masalah yang tak pernah tuntas

Wanita dengan jaket denim dan celana hitam berjalan di trotoar (pexels.com/@katetrifo)
Wanita dengan jaket denim dan celana hitam berjalan di trotoar (pexels.com/@katetrifo)

Kondisi menyedihkan trotoar di berbagai titik Kabupaten Cirebon mengarah pada satu akar persoalan, yaitu belum adanya rencana induk (masterplan) pembangunan pedestrian yang terpadu, tegas, dan bisa ditagih oleh publik.

Tanpa dokumen perencanaan khusus, pembangunan trotoar hanya bergantung pada proyek jalan semata, bukan sebagai bagian dari sistem transportasi berkelanjutan.

Akibatnya, pembangunan trotoar sering bersifat tambal sulam, tidak saling terhubung, dan kerap kali rusak kembali karena tidak didesain dengan baik.

Di sisi lain, tidak ada regulasi ketat yang melarang alih fungsi trotoar, sehingga penggunaannya kerap tumpang tindih dengan kepentingan lain seperti taman, reklame, dan parkir liar.

Minimnya anggaran khusus dan lemahnya pengawasan memperparah keadaan. Pemerintah daerah terkesan membiarkan trotoar sebagai ruang tersisa, bukan ruang utama.

Bupati Cirebon, Imron Rosyadi mengakui, dalam prinsip tata kota yang sehat dan inklusif, hak pejalan kaki harus menjadi bagian penting dari pembangunan.

"Ketika banyak kota mulai menata jalur pedestrian untuk mendukung mobilitas berkelanjutan, Kabupaten Cirebon justru masih berkutat dengan trotoar yang tak terurus. Kami akan urus segera," kata Imron.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us