Bandung, IDN Times - Perdebatan soal penggunaan surat edaran (SE) kembali muncul setelah beberapa kepala daerah dinilai terlalu jauh mengatur pihak di luar pemerintahan. Di tengah meningkatnya kebutuhan tata kelola yang tertib, justru muncul praktik birokrasi yang dianggap mengaburkan batas kewenangan.
Pakar dan Praktisi Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Valerianus Beatae Jehanu, menegaskan bahwa SE sebenarnya tidak dirancang untuk memberikan perintah kepada masyarakat atau sektor swasta.
Menurutnya, posisi SE dalam sistem hukum tidak berada pada level yang membuatnya berfungsi sebagai aturan yang mengikat publik.
“SE bukan peraturan perundang-undangan. Kekuatan mengikatnya hanya berlaku ke internal pemerintahan, bukan eksternal,” kata Valerianus Beatae, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (26/11/2025).
Penjelasan ini sekaligus menegaskan bahwa penggunaan SE untuk memaksa kepatuhan pihak swasta merupakan tindakan yang keluar dari kewenangan.
Permasalahan ini kembali mencuat setelah terbitnya SE Gubernur Jawa Barat tentang pembatasan operasional truk over dimension overloaded (ODOL), yang dinilai ditujukan kepada pihak yang seharusnya tidak berada dalam ruang lingkup SE. Hal tersebut membuat isu kepastian hukum kembali menjadi sorotan.
