Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi ulah manusia di bumi (socialistsanddemocrats.eu)

Bandung, IDN Times - Dasasila Bandung yang dihasilkan dari Konferensi Asia-Afrika (KAA) 70 tahun silam dianggap masih relevan dengan kondisi global saat ini yang mengalami banyak tantangan. Dulu, Dasasila Bandung sangat erat hubungannya dengan masa Perang Dingin.

Head of Indonesian Foreign Policy Strategy Agency Ministry of Foreign Affairs of the Republik of Indonesia, Yayan Ganda Hayat Mulyana mengatakan, sekarang prinsip itu masih tetap relevan dengan adanya perang di Ukranina dan Gaza yang menjadi sebuah pengingat banyak negara bahwa tatanan dunia saat ini perlu dikalibrasi ulang.

Menurutnya, ada sejumlah alasan mengapa Dasasila Bandung sangat penting bagi gagasan untuk merekonstruksi tatanan dunia yang ada menjadi tatanan di mana norma dan prinsip menjadi kekuatan pendorong bagi kohesinya serta penerimaan dan ketaatan penuh oleh para pelakunya.

"Pertama, perdamaian atas perang, pembicaraan atas pelepasan. Tatanan dunia yang layak membutuhkan kebiasaan para pelakunya untuk selalu menggunakan cara-cara damai ketika terjadi pertikaian. Kebijakan dan strategi yang mengutamakan perdamaian memerlukan komitmen yang kuat terhadap berbagai format diplomatik," ujar Yayan, Rabu (16/4/2025).

Persoalan ini dekat dengan prinsip ke-8 Dasasila Bandung, yaitu semua sengketa internasional diselesaikan melalui cara-cara damai, seperti negosiasi, konsiliasi, arbitrase atau penyelesaian hukum serta cara-cara damai lainnya yang dipilih oleh para pihak, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

1. Kedaulatan sebuah negara harus dihargai

(Pixabay.com)

Yayan menilai, inti dari rekonstruksi tatanan dunia adalah penegasan kembali dan jaminan oleh negara-bangsa sebagai aktor utama dalam tatanan global terhadap prinsip ke-2 Dasasila Bandung, di mana penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa. Kemudian, kedaulatan dan integritas teritorial adalah elemen sakral yang menentukan keberadaan suatu negara.

Menurutnya, sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, tatanan internasional telah dipenuhi dengan insiden agresi dan penggunaan kekuatan militer, dalam konfrontasi proksi atau langsung. Sementara keseimbangan kekuatan dapat dipertahankan dalam konteks seperti itu, tatanan internasional yang benar-benar damai hampir tidak terwujud.

"Oleh karena itu, dalam upaya menghidupkan kembali tatanan global, negara-bangsa harus menaati komitmen teguh mereka agar tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara mana pun," papar Yayan.

2. Hidup bersama secara damai dan harmoni

pixabay.com/Jarmoluk

Dalam poin ketiga, Dasasila Bandung setiap negara harus mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil. Inilah yang harus dikedepankan sekarang yakni mengenai keteraaan, inklusifitas, dan tidak ada diskriminatif. Kunci keberlangsungan tatanan global adalah kemampuannya untuk menggabungkan keberagaman sistem politik.

Dalam prinsip ini ada kemampuan untuk memastikan bahwa setiap bangsa memiliki akses dan kesempatan untuk memainkan peran dan membentuk dinamika tatanan untuk mencegah hegemoni kekuatan besar menjadi aturan main dalam hubungan antarnegara, dan untuk menghargai apa yang kita sebut sebagai koeksistensi damai.

"Itu adalah sesuatu pendekatan yang memungkinkan berbagai sistem politik untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni," papar Yayan.

Menurutnya, tatanan dunia tidak akan bertahan lama jika kerja sama di antara para pelakunya sedikit atau tidak ada. Maka, perlu seruan memajukan kepentingan bersama dan kerja sama yang sesuai dengan prinsip Dasasila Bandung ke-8.

Semua negara harus bisa mempromosikan kepentingan bersama dan bersama sambil mengadvokasi kepentingan nasional sangat penting untuk menciptakan tatanan dunia yang kuat dan seimbang. Dan melalui kerja sama, negara-bangsa mencapai konvergensi kekayaan dan kemajuan global, kemakmuran bersama, dan memenuhi tanggung jawab bersama mereka.

3. Masih ada negara kurang dalam unsur keadilan

Ilustrasi bendera PBB (freepik.com/recstockfootage)

Yayan pun menekankan mengenai perdamaian. Dalam prinsip ke-10 Dasasila Bandung menekankan bahwa negara-bangsa menghormati keadilan dan kewajiban internasional. Banyak perjanjian dan kesepakatan damai telah dibuat sejak akhir Perang Dunia Kedua, tetapi tidak sedikit yang kurang dalam unsur keadilan.

Menciptakan tatanan global yang berprinsip, lanjutnya, adalah tugas yang berat di dunia saat ini yang sangat ditandai oleh persaingan dan kompetisi dalam mengejar kepentingan vital negara-bangsa. Banyak yang akan mempertanyakan relevansi norma dan prinsip di dunia di mana setiap negara hanya mementingkan dirinya sendiri.

Tetapi kekuatan norma dan prinsip tidak dapat diabaikan dalam memajukan perdamaian dan stabilitas. Kemanjuran norma dan prinsip membutuhkan komitmen dan komitmen ulang serta penegasan dan penegasan ulang oleh para pelakunya, yang diperparah oleh serangkaian langkah yang memiliki banyak sisi dan bercabang, termasuk melalui peran kerangka kerja sama multilateral seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Indonesia telah menempatkan kepentingan besar pada gagasan ketertiban dunia sejak berdirinya sebagai Republik yang merdeka. Sebagaimana yang diuraikan dalam pembukaan Konstitusinya, negara ini memiliki komitmen konstitusional yang abadi untuk berpartisipasi dalam rangka pembentukan ketertiban dunia yang berdasarkan kebebasan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," pungkasnya.

Editorial Team