Ilustrasi kolaborasi (pixabay.com/mohamed Hassan )
Anies menjelaskan, dari empat aspek itu, dalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan cara kolaborasi. Cara tersebut dinilai penting, mengingat tidak ada kelompok yang bisa melakukannya tanpa keterlibatan pihak lain.
"Kami ingin pendekatan itu, pendekatan kolaborasi. Negara, kalau harus bicara tentang mengelola ekosistem, paling optimal kalau bekerja sama dengan civil society. Apalagi kalau sudah bekerja lama," ungkap dia.
"Nah, (pihak yang) punya kewenangan, bukan berati punya pengetahuan. Punya pengetahuan belum tentu punya kewenangan. Kalau kolaborasi insya Allah bisa," tuturnya.
Terkait kerja kolaborasi, Anies mengatakan sudah melakukannya di DKI. Dari kolaborasi itu, Anies mengklaim, tatanan kota Jakarta semakin rapi.
"Jadi insya Allah ke depannya, doakam agar amanat yang dijalani bisa berjalan dengan baik. Kalau Allah kehendaki, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kolaborasi, misalnya dengan tokoh-tokoh kebudayaan untuk menyelesaikan masalah," ungkap dia.
"Ini bukan rencana. Dulu, ketika membereskan kampung di Jakarta, bekerja sama dengan aktivis kampung. Dan aktivitas kampung itu dulu dengan pemerintah daerah musuhan terus. Aktivis kampung, LSM selalu musuhin pemerintah. Sama juga, pemerintah musuhin pemerintah," lanjut dia.
Dari kolaborasi itu, lanjut dia, lahir terobosan-terobosan baru. Hal itu juga yang nantinya dijanjikan Anies dilakukan di kawasan Ciremai.
"Ketika kita duduk bareng, dinamis. Setelah jalan beberapa kali pertemuan, akhirnya bekerja bersama. Penataan kampung itu terjadi sangat smooth. Yang terlibat (adalah) warga kampung, aktivis yang mendampingi, pakar yang mengerti perbandingan kampung antar negara. Keempat unsur pemerintah, yang kelima fasilitator. Dan ketemulah terobosan-terobosan," ungkap dia