Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon mengidentifikasi kelompok laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) sebagai penyumbang tertinggi dalam pola penularan HIV saat ini.
Meski jumlah spesifik tidak disebutkan, kelompok ini dikategorikan sebagai populasi kunci yang menjadi fokus utama dalam program deteksi dan edukasi.
“Kami menaruh perhatian khusus pada kelompok LSL karena dominasi kasus yang tercatat dari mereka. Ini bukan soal stigma, tetapi soal realitas data epidemiologi yang harus ditangani dengan pendekatan berbasis komunitas,” ujar Nurfatmawati.
Sebagian besar kasus ditemukan melalui layanan konseling dan tes sukarela (VCT) yang dilakukan secara mobile di berbagai titik, termasuk lokasi-lokasi publik dan komunitas yang telah dipetakan sebagai wilayah rawan.
Strategi ini memungkinkan deteksi dini, tetapi tantangan tetap besar karena tidak semua orang bersedia menjalani tes akibat stigma sosial.
Dalam keterangannya, Dinas Kesehatan juga menekankan data yang mereka miliki bukan berdasarkan alamat domisili pasien, melainkan lokasi fasilitas kesehatan tempat pemeriksaan dilakukan.
Contohnya, jika banyak data tercatat di Puskesmas Sumber, bukan berarti seluruh pasien berasal dari Kecamatan Sumber.
“Penting untuk meluruskan kalau lokasi pemeriksaan tidak selalu menggambarkan asal pasien. Jadi, kami berharap tidak ada stigma wilayah karena ini bisa menghambat upaya edukasi dan deteksi dini,” katanya.
Dinas Kesehatan mengimbau masyarakat untuk tidak takut melakukan pemeriksaan HIV, terlebih jika merasa memiliki faktor risiko.
Pemerintah daerah juga didorong untuk memperluas program intervensi sosial, menyediakan ruang diskusi terbuka, serta menghapus stigma terhadap penderita HIV.