Karya Teman Istimewa Melenggang Bersama Batik Dama Kara

Bandung, IDN Times - Pandangan Naftali fokus pada setiap goresan warna di atas kertas putih. Dua buah kuas dengan cat warna kuning dan merah terselip di antara jari tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memegang kuas yang sudah dicelupkan pada warna biru. Setelah menorehkan goresan kuas warna biru di atas kertas, dia memindahkan kuas tersebut ke tangan kiri, untuk kemudian menggantinya dengan kuas bercat merah. Goresan merah selesai, dia pun kembali melakukan perpindahan kuas untuk menggoreskan warna kuning.
Tiga kuas berbeda warna ini terus-menerus ditorehkan Naftali secara bergantian untuk membentuk gambar sebuah anyaman tenun. Sesekali dia kesal karena salah menorehkan kuas berwarna tersebut, tapi kemudian menimpanya dengan cat warna putih agar bisa diperbaiki.
Motif tenun ini coba dibuat Naftali di bawah arahan seorang fasilitator, Damar. Lebih sering membuat gambar dengan motif bunga, Naftali diajak belajar membuat gambar yang lebih simpel sesuai yang menjadi ciri khas produk batik Dama Kara.
Naftali adalah salah satu anak berkebutuhan khusus penyandang autism ringan. Pria 25 tahun ini merupakan salah satu penyandang disabilitas yang sekarang sedang belajar di Dama Kara Foundation, sebuah lembaga di bawah naungan Dama Kara, jenama fesyen lokal yang menyediakan pelatihan atau magang untuk anak-anak difabel.
Bheben Oscar salah satu pendiri Dama Kara menceritakan, sejak awal berdirinya jenama pada 2019 memang difokuskan untuk kegiatan sosial, tidak bertujuan mencari uang semata. Sudah punya usaha di bidang makanan dan garmen sebelumnya, Bheben merasa ada yang kurang dari apa yang selama ini dia dan istrinya, Nurdini, kerjakan. Setelah mencari berbagai ide, Bheben mendapat ilham usai membaca sebuah artikel di mana ada seorang seniman lukis dari Inggris yang ternyata merupakan difabel autism.
"Kebetulan juga jaman dulu liat ada teman update status gitu lagi ngajarin anak disabilitas menggambar. Nah pas tuh antara baca berita dan momen itu. Akhirnya kita dapat idenya," ujar Bheben saat berbincang dengan IDN Times di Toko Dama Kara, Jalan Gandapura, Kota Bandung, Kamis (6/3/2024).
Dengan latar belakang bisnis garmen di bidang pakaian, Bheben kemudian berpikir bagaimana agar gambar atau lukisan dari penyandang disabilitas ini bisa dijadikan sebuah produk pada pakaian yang kemudian bisa diperjualbelikan. Menggandeng fesyen desainer, Dama Kara mencoba mengaplikasikan gambar dari beberapa anak difabel yang selama ini ikut dalam yayasan Our Dream Indonesia, pada produk pakaian luar.
Mencoba membuat 10 pakaian, nyatanya produk itu tidak banyak diminati masyarakat. Agar hasil produksinya bisa habis, Bhehen dan Dini pun menjualnya kepada teman-teman dekat lebih dulu. Karena masih awam dengan bisnis fesyen, pasangan ini kemudian mencari ide pakaian apa yang memang bisa dijual dengan memanfaatkan desain dari anak difabel yang oleh Dama Kara sendiri disebut sebagai Teman Istimewa.
Ide membuat batik pun tercetus ketika mereka sedang bepergian ke sebuah daerah dan berkunjung ke tempat pembuatan batik. Melihat para pembatik yang sudah cukup tua dengan pendapatan yang pas-pasan, Bheben dan Dini pun terpikir untuk membuat batik dengan hanya satu warna saja dan desainnya tidak begitu rumit. Harapannya, batik dari Dama Kara itu bisa dipakai di beragam aktivitas baik acara formal, ke pantai, kantor, bahkan beribadah di masjid.
"Desain paling awal batik kami itu dua garis saja. Dulu mikirnya dua garis ini menandakan kalau hidup itu ada kebaikan dan keburukan. Padahal kalau kata orang desain ini ga masuk faedahnya," ungkap Bheben.
Dengan batik yang punya desain khas, produk Dama Kara mulai dikenal masyarakat. Ketika awal berjualan hanya sekedar menginfokan secara konvensional, produk ini kemudian dicoba dipasarkan melalui lokapasar (marketplace), laman, hingga jejaring aplikasi WhatsApp (WA). Hasil penjualan ini pun kemudian dibagi kepada para Teman Istimewa yang desainnya diaplikasikan pada batik Dama Kara.
Pandemik bukan jadi halangan
Baru ingin meningkatkan jumlah penjualannya, pandemik Covid-19 pun menerjang Indonesia pada 2020. Kondisi ini membuat banyak sektor usaha terganggu tak terkecuali fesyen yang menjadi lini bisnis utama Dama Kara.
Meski demikian, Bhehen coba mencari akal agar produknya ini tetap bisa dikenal masyarakat dan laku terjual. Dia akhirnya coba mengirim pesan melalui direct message (DM) di Instagram kepada para aktris maupun pemengaruh (influencer) karena mereka selalu menginfokan siap dukung UMKM yang ingin mempromosikan produknya secara gratis.
Bheben dan Dini pun akhirnya mencoba memanfaatkan ajakan itu dan usahanya mendapat respons dari influencer Prita Hapsari Ghozie dan Tantri Namirah. Produk ini ketika diterima oleh Prita awalnya hanya diunggah melalui story, tapi tak lama dia juga mengunggahnya di Feed Instagram.
"Nah dari situ terus Novita Angie beli ke kita dan pakai. Terus circle (lingkaran) dia juga tanya dan akhirnya mereka DM kita mau beli. Kita ga jual tapi kirim aja ke mereka biar di pakai. Aktris-aktris akhirnya pada pakai dan pesan ke kita kadang ada yang dadakan buat liburan," kata Bheben.
Makin lama makin banyak aktris hingga desainer yang pakai batik Dama Kara. Bahkan salah satu produk ada yang digunakan Putri Marino ketika merilis sebuah film. Dari sana Dama Kara akhirnya makin dikenal masyarakat luas dan mulai banyak pesanan melalui platform digital.
Beragam promo diberikan pada pemesan batik Dama Kara agar produknya semakin banyak terjual. Hingga akhirnya sekarang harga batik sudah bisa normal. Bheben menuturkan, desain dari Teman Istimewa pun tetap ada yang digunakan pada batik yang sekarang banyak dipesan konsumen. Selain bagi hasil yang diberikan pada setiap talen yang desainnya dipakai, hasil penjualan pun sebagian disisihkan untuk mendukung terapi gambar melalui Dama Kara Foundation dan yayasan serupa lainnya.
"Karena dari awal memang sudah difokuskan bahwa berapa pun pendapatan yang didapat Dama Kara kita harus beri untuk bantuan terapi Teman Istimewa," ungkap Bheben.
Menurutnya, penjualan Dama Kara semakin melejit dengan pemanfaatan lokapasar (marketplace/e-commerce). Dari seluruh penjualan bulanan, 60 persennya berasal dari lokapasar, di mana Shopee paling banyak pembeli. Dalam sebulan pemesanan lewat aplikasi ini bisa mencapai 8.000. Banyaknya fitur yang ditawarkan termasuk Shopee Live membuat pembelian sempat alami kenaikan 85 persen karena UMKM bisa memperlihatkan produknya secara langsung pada calon pembeli. Angka ini pun terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah pengguna lokapasar di Indonesia.
Dengan capaian ini, Bheben tidak berpuas diri. Dia ingin memperluas penjualan batik Dama Kara yang nantinya bisa berdampak juga pada keberadaan Dama Kara Foundation yang sekarang sedang dirintis. Dia yakin dengan peribahasa 'semakin banyak memberi, semakin banyak menerima' Dama Kara bisa terus berkembang dan bermanfaat untuk orang banyak khususnya penyandang disabilitas.
"Karena tadi sebenarnya awalnya Dama Kara ini menjadi usaha yang berdampak sosial, ya kita ingin ke sana. Kita ingin kebermanfaatan ini semakin luas dan ada di banyak tempat," pungkas Bhehen.
Dampak positif ini pun diamini oleh Damar, fasilitator dari Naftali. Kepala Sekolah gambar di Dama Kara Foundation ini menyebut bahwa menggambar menjadi sebuah cara untuk difabel mengekspresikan dirinya. Dia yakin bahwa setiap orang memiliki keistimewaan yang perlu untuk dirawat. Maka, lewat Dama Kara ini karya-karya dari anak difabel bisa dikenal oleh masyarakat luas.
"Kami di sini coba mengarahkan agar desain dari mereka bisa menjadi sebuah produk. Kita coba arahkan mereka sehingga nantinya desain itu bisa diolah oleh Dama Kara," ungkap Damar.
Saat ini di Dama Kara Foundation sudah ada dua angkatan di mana setiap angkatan berjumlah enam orang. Mereka mendapat bimbingan selama empat hingga lima bulan untuk menghasilkan berbagai macam karya dengan harapan nantinya bisa diaplikasikan pada produk Dama Kara baik itu pakaian maupun pernak-pernik lainnya.
Salah satu Teman Istimewa yang ikut dalam angkatan pertama adalah Raihan Abiyyuda atau akrab disapa Abi. Bekerjasama dengan Damakara sejak beberapa tahun lalu, Abi sampai sekarang masih sering diajak untuk mendesain pakaian yang hendak dipasarkan Dama Kara.
Ibu Abi, Any Djatiningtyas menuturkan, kerja sama yang dijalin bersama pelaku usaha seperti Dama Kara dalam pembuatan desain sangat berarti bagi Abi sejak 2022. Dengan keterbatasan yang dimiliki, Abi masih bisa berkarya dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dampak baiknya pun, Abi terus belajar untuk berkomunikasi dengan orang banyak padahal dia selama ini dia cukup kesulitan ketika harus berbicara.
"Jadi manfaatnya banyak ketika dipercaya oleh Dama Kara. Karena intinya kita ingin Abi itu bisa terjun ke masyarakat, bisa lebih mandiri," kata dia.
Menurutnya, selama ini memang tidak banyak program dari pemerintah daerah untuk disabilitas yang dirasakan Abi. Makanya Ani mencari alternatif lain agar bisa berkegiatan salah satunya di Dama Kara. Dia berharap pemerintah mampu swasta termasuk pelaku usaha bisa melihat kemahiran penyandang disabilitas agar mereka bisa tumbuh secara mandiri dalam kehidupannya.
"Saya berkaca dari karya Abi, bahwa mereka ini sebenarnya bisa loh berkarya dan ada peminatnya. Jadi tidak salah kalau ada brand gitu menggaet anak-anak ini karena mereka kalau sudah tekun ini hasilnya tidak akan kalah, tinggal diarahkan," ungkap Ani.