Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Istimewa
IDN Times/Istimewa

Bandung, IDN Times - Pameran tunggal Lian Sahar digelar di Lawangwangi Creative Space. Bertajuk “Diam yang Bergerak”, pameran ini dikuratori oleh Heru Hdan M. Dwi Marianto menyuguhkan enam puluh empat drawing dan lukisan di atas kertas, empat karya di antaranya dilukis di atas kanvas dan satu lukisan di atas panel kayu dengan konsep optical art; kategori desain poster, portrait, figurdan abstrak.

Heru Hikayat, salah satu kurator pameran, mencatat bahwa Lian Sahar. Ia terpinggir di sebuah pojokan. Padaha, ketika menilik riwayatnya ada banyak pameran penting yang pernah diikuti Sahar. Sebut saja cikal bakal Biennale Jakarta, yang dulu disebut “Pameran Besar Seni Lukis Indonesia”.

Sahar mengikutinya sejak awal 1974, lalu memenangi penghargaan
terbaik pada perhelatan kedua, 1976; dan berturut terlibat pada 1978 dan 1980. Ia mengikutinya lagi hingga kemudian berubah nama jadi Biennale Seni Lukis 1987, dan Biennale Jakarta 2006. Belum lagi KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat alias
Festival of Indonesia), 1990 – 1991, Lian Sahar pun mengikutinya.

"Kegiatan ini, merupakan suatu upaya diplomasi kebudayaan JimBangsa Indonesia, melalui kesenian, termasuk seni rupa di dalamnya. Kegiatan ini memantik perdebatan penting tentang apa modern’, apa itu tradisi, dan as pula ‘seni kontemporer’ itu? Sebuah kegiatan yang kemudian memantik diskusi mengenai isu-isu mendasar, tentulah penting nilainya, dalam alur sejarah kita. Dan karena Sahar terlibat di dalamnya, hal itu berarti ia terlibat juga dalam alur bersejarah tersebut," kata Heru melalui siaran pers diterima IDN Times, Minggu (23/2/2025).

Lian Sahar (1933-2010) adalah perupa, desainer juga mantan pengajar desain reklame dan interior di STSRI - ASRI (sekarang ISI Yogyakarta), berasal dari Aceh yang menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di Yogyakarta sebagai manajer Studio Pualam Timur (SPT) - perusahaan desain seperti Decenta (Design Center Association) di Bandung. Lian Sahar pernah mengenyam pendidikan seni dan desain di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan pendidikan seni rupa di Institute Teknologi Bandung.

Lian Sahar mengekspos goresan dan sapuan kuas. Selain itu, olah garis, bentuk, dan bidang pada karyanya mampu memunculkan kesan yang dinamis. Senantiasa ada gerak, perpindahan, atau perubahan yang tak diam. Ini adalah manifestasi pemahaman bahwa tak ada ide, konsep, pemahaman,dan ideologi apapun yang melulu begitu saja. Makna dan rasa seni tidak pernah beku, melainkan selalu berubah menjadi sesuatu yang lain, tergantung pada siapa, bagaimana, bilamana, atau dengan cara apa karya itu dipandang.

1. Karyanya sempat banyak dikritisi

IDN Times

Sementara itu, M. Dwi Marianto, kurator pameran showcase Lian Sahar di Lawangwangi Creative Space, juga memberi catatan penting mengenai Lian Sahar di dalam kuratorial. Lian Sahar adalah
satu dari banyak seniman yang terstigma politik lantaran dianggap berpihak, atau terasosiasi dengan Kelompok Kiri.1Salah satu lembaga yang terbilang Kiri itu adalah LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang, sejak berdirinya tahun 19512, yang menghayati dan mengembangkan kesadaran sosial dan politik melalui sastra dan seni.

Dalam konteks seni modern sejalan dengan Realisme Sosial. Lian Sahar tercatat ada di pihak Kiri, tapi sesungguhnya pokok soal, gaya visual, dan konsep seni Lian Sahar, yang secara umum dapat dikatakan abstrak dan abstrak-ekspresionis, justru berlawanan dari apa yang dihayati oleh LEKRA.

"Sifat dan sikap Lian Sahar justru lebih mengarah ke sikap “Seni untuk Seni”. Cara pandang inilah yang dipermasalahkan dan dikritisi, serta digugat oleh kelompok kiri. LEKRA menyosialisasi nasionalisme, semangat kerakyatan, dan keterlibatan sosial bagi para pelaku kebudayaan. Ada kontradiksi di sini, Lian Sahar terstigma Kiri, tetapi rasa dan nilai yang terpancar pada karya Lian Sahar justru ke Kanan," kata Dwi.

2. Karya yang dipamerkan dari seorang kolektor Lian Sahar

IDN Times/Istimewa

ArtSociates dan Lawangwangi Creative Space, mengumpulkan karya-karya Lian Sahar dari Dr. Muhammad, dosen pascasarjana Studi Pariwisata UGM yang pernah mengoleksi karya-karya Lian Sahar selama 20 tahun hingga terkumpul ratusan karya drawing, lukisan, poster dan surat-surat. Kemudian, sejumlah 154 karya yang dalam kondisi baik diakuisisi oleh Andonowati, direktur ArtSociates, dari Dr. Muhammad pada awal tahun 2025.

“Garis pada karya Lian Sahar memukau saya hingga saya melihat sosok seniman yang bisa eksplorasi karya dwimatra dan trimatra dengan menakjubkan. Terutama garis tipis dan tebal. Saya suka karya Lian Sahar sejak tahun 1994 mulai kenal dan dekat secara personal dengan Lian Sahar,” kata Dr. Muhammad, kolektor karya Lian Sahar, di acara pembukaan pameran “Diam yang Bergerak” di Lawangwangi Creative Space.

Muhammad menjelaskan, alasan perpindahan sejumlah koleksi karya Lian Sahar kepada ArtSociates disebabkan oleh kredibilitas lembaga ArtSociates dipandang responsible untuk mewarisi aset kebudayaan bangsa Indonesia ini.

“Saya mengoleksi karya-karya Lian Sahar atas pertimbangan urgensi penyelamatan karya Lian Sahar agar bisa diapresiasi oleh pecinta seni dan masyarakat umum sebagai bagian dari sejarah seni rupa Indonesia. Itu saya lakukan karena melihat cara penyimpanan karyanya menyebabkan banyak karya rusak diserang rayap," kata dia.

3. Pameran bisa dinikmati hingga 22 Maret

IDN Times/Istimewa

Pameran karya-karya Lian Sahar dapat diapresiasi oleh publik mulai tanggal 21 Februari sampai 22 Maret 2025 di Lawangwangi Creative Space, Jalan Dago Giri 99a, Lembang, Jawa Barat. Dan kegiatan diskusi karya dan sosok Lian Sahar dalam peta seni rupa Indonesia akan dirilis kemudian hari.

Merwan Yusuf, kurator seni rupa dan sekaligus adik kandung Lian Sahar, yang turut hadir dalam pembukaan pameran mengatakan bahwa proses pematangan karya seorang seniman.

"Abang saya, ternyata terlihat di pameran ini dan saya baru bisa berjumpa dengan kolektorkarya abang saya,” kata Merwan Yusuf.

Editorial Team