ilustrasi gedung ITB (dok. Institut Teknologi Bandung)
Strategi ini sangat terbantu oleh materi kuliah S2 di ITB, yang sebagian besar merupakan pengulangan dari materi S1. Hal ini memastikan proses adaptasinya berjalan mulus dan mempercepat kemajuannya di ITB.
Selama menjalani studi S3, ia secara konsisten bekerja di laboratorium setiap hari kerja, mulai pukul 09.00 hingga 17.00.
Setelah jam kerja, Jessie memanfaatkan waktu untuk beristirahat, memastikan keseimbangan antara studi dan kehidupan pribadi tetap terjaga. Disiplin dan etos kerja yang kuat ini membuahkan hasil riset yang luar biasa.
Sepanjang masa studinya dari S1 hingga S3, Jessie tercatat sangat produktif dengan berhasil memublikasikan enam research paper, dengan tiga sebagai penulis pertama (first-author) dan tiga sebagai co-author.
Karya-karya ilmiah bergengsi ini termasuk yang dimuat di jurnal Q1 Materials Chemistry and Physics (saat S1) dan RSC Advances (saat S2), menunjukkan kontribusi signifikan Jessie dalam bidangnya. Di balik citra akademisi yang tekun, Jessie tetap meluangkan waktu untuk hobi dan refreshing.
"Kalau weekend suka main sepedah jauh gitu, bisa 40-50 km bolak-balik," katanya.
Selain itu, ia juga hobi mendengarkan musik dan mengoleksi album. Ada satu hobi uniknya yang ternyata sangat bermanfaat untuk masa depannya, yaitu belajar bahasa Jepang karena kecintaannya pada musik Jepang.
"Ternyata cukup bermanfaat juga hobinya karena sekarang saya kerja di Jepang (postdoc)," ungkap Jessie.
Saat ini, ia sedang menjalani program Postdoctoral di Kyushu University, Jepang, melanjutkan jejak risetnya di kancah global.
Perjalanan Jessie menuju gelar doktor termuda bukanlah tanpa tantangan. Ia mengakui bahwa lulus dari ITB, terutama program S3 dilalui dengan berbagai perjuangan.
Jessie pun memberikan pesan singkat namun realistis bagi mahasiswa lain yang sedang berjuang. "Semangat saja karena S3 itu memang sulitlah," katanya.