Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Jalan Terjal Pegi Setiawan Bebas dari Status Tersangka Pembunuh Vina

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Permohonan gugatan praperadilan Pegi Setiawan atas penetapan tersangka kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhamad Rizky Rudiana di Cirebon oleh Polda Jabar, dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung.

Hakim tunggal, Eman Sulaeman mengabulkan sepenuhnya permohonan praperadilan Pegi Setiawan atas penetapan status tersangka oleh Polda Jabar dalam kasus pembunuhan yang terjadi 2016 lalu.

"Mengadili, memutuskan mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan," ucap Eman di ruang satu sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (8/7/2024).

Eman menilai, penetapan tersangka Pegi Setiawan dalam kasus ini dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Dia kemudian memerintahkan Polda Jabar untuk menghentikan penyidikan.

"Membebaskan pemohon dari tahanan dan memulihkan hak pemohon," kata dia.

Sebelum memenangkan praperadilan ini, Pegi Setiawan melalui jalan terjal. Berikut perjalanan Pegi mendapat keadilan atas keteledoran penangkapan oleh Polda Jabar:

1. Pegi ditangkap berdasarkan keterangan tujuh terpidana sebelumnya

IDN Times/Debbie Sutrisno

Kasus pembunuhan Vina Cirebon terjadi sejak 2016, namun kembali ramai setelah diangkat ke layar lebar dengan judul Vina: Sebelum 7 Hari. Adapun total tersangka dalam kasus ini ada sebelas orang, delapan di antaranya sudah diadili. Adapun delapan ini yakni, Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, dan Saka Tatal.

Pengadilan Negeri Cirebon memutuskan tujuh orang ini dipidana penjara seumur hidup. Sedangkan, satu orang anak di bawah umur Saka Tatal divonis dengan hukuman delapan tahun kurungan penjara dan kini sudah dinyatakan bebas.

Sementara Pegi alias Perong ditetapkan sebagai DPO bersamaan dengan Andi dan Dani. Sebelum Pegi ditangkap, Polda Jawa Barat terlebih dahulu mengajukan pemindahan penahanan tujuh orang terpidana dari Lapas Cirebon ke Rutan Kebonwaru dan Lapas Banceuy yang ada di Kota Bandung, Selasa (21/5/2024).

Setelah itu, Polda Jabar menangkap Pegi selepas dia bekerja sebagai kuli bangunan, di kawasan Jalan Kopo, Kota Bandung, Selasa (21/5/2024) sekira pukul 18 23 WIB. Penangkapan dilakukan berdasarkan hasil keterangan dari saksi dan para tersangka yang penahanannya dipindahkan ke Bandung. Polisi menyatakan Pegi kerap berganti nama menjadi Robi.

Pegi dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan Pasal 81 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

2. Pegi dinyatakan tersangka tunggal dari dua DPO yang disebut fiktif

Infografis Pegi Setiawan jadi korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon. (IDN Times/Aditya Pratama)

Usai penangkapan Pegi, Polisi pun menyebut bahwa dari tiga DPO yang awalnya dirilis ternyata hanya satu orang. Sedangkan dua nama lainnya yaitu Dani dan Andi dipastikan tidak ada karena para tersangka lainnya mengarah dua sosok tersebut.

Polisi mengungkapkan, pencabutan pernyataan para pelaku pembunuhan Vina dan Rizky alias Eky saat persidangan pada tahun 2016 akhir merupakan instruksi dari salah seorang kuasa hukum. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab pihak kepolisian kesulitan mengungkap kasus ini.

Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Diteskrimsus) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan mengatakan, para pelaku mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon. Menurutnya, salah seorang kuasa hukum telah memberikan instruksi tersebut.

"Ini memang ada instruksi dari kuasa hukum, di persidangan terungkap bahwa kuasa hukum mendatangi saksi untuk mengarang cerita terkait dengan alibi para tersangka pada saat itu. Ini fakta penyidikan," ucap Surawan, Minggu (26/5/2024).

Saat itu, salah satu keterangan yang dipalsukan dan diinstruksikan oleh kuasa hukum adalah terkait para pelaku menginap di rumah Ketua RT saat hari peristiwa pembunuhan terjadi.

"Tersangka diminta untuk mengarang cerita pada saat kejadian itu tidur di rumah pak RT, namun pada akhirnya keterangan itu dicabut sendiri. Bahwa pada para tersangka pada saat kejadian itu mereka tidak tidur di rumah Pak RT, melainkan besok malamnya setelah kejadian. Dan itu menurut para saksi permintaan dari kuasa hukum tersangka dan keluarganya," kata dia.

Surawan menambakan, penyidik sempat kesulitan melacak keberadaan Pegi Setiawan alias Perong karena keterangan para pelaku yang berbeda-beda. Namun, aparat melakukan pendalaman dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap para saksi dan para pelaku.

"Jadi perlu saya tegaskan di sini bahwa tersangka semua bukan sebelas tapi sembilan, setelah kami melakukan penyidikan lebih mendalam ternyata dua nama yang disebutkan selama ini itu hanya asal sebut, tidak ada tersangka lain," kata dia.

3. Pegi sempat bantah tidak terlibat kasus ini saat awal ditetapkan sebagai tersangka

Tim kuasa hukum Pegi Setiawan sujud sukur usai sidang putusan gugatan praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin, 8 Juli 2024. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi)

Kemudian, pada Minggu (26/5/2024), Pegi Setiawan dihadirkan dalam konferensi pers atau jumpa pers di Polda Jabar. Saat itu, Pegi diminta untuk tidak mengeluarkan komentar, namun akhirnya dia berbicara di depan awak media, Pegi bersikeras bersuara dan menyebut bahwa dirinya tidak tahu menahu ihwal kasus pembunuhan tersebut.

"Saya izin bicara, izin bicara" kata Pegi Setiawan.

Kabidhumas Polda Jabar Kombes Jules Abaraham sempat memotong dan menjelaskan agar tersangka akan bicara di pengadilan.

"Untuk tersangka nanti di sidang persidangan," ucapnya

Namun, Pegi tetap ingin berbicara sesaat sebelum diboyong kembali ke ruang penahanan.

"Izin bicara, saya tidak pernah melakukan itu, saya rela mati," kata Pegi sambil berteriak.

"Tidak, tidak, saya rela mati. Itu nama gaul saya, saya rela mati, tidak melakukan itu, tidak," kata Pegi melanjutkan.

Saat diboyong petugas, wartawan sempat menanyakan soal keberadaan Pegi saat kejadian 27 Agustus 2016. Pegi menjawab saat itu dirinya ada di Bandung, bukan di Cirebon.

"Di Katapang," Pegi menjawab.

Pengejaran media terhadap PS pun sempat terhenti saat Pegi dibawa ke salah satu gedung di Mapolda Jabar untuk kemudian ditahan.

4. Pegi kemudian ajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung

IDN Times/Debbie Sutrisno

Usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jabar, Pegi pun langsung mendapatkan bantuan hukum secara sukarela. Mereka terdiri dari 22 orang pengacara. Mereka turut mendampingi Pegi hingga akhirnya, Selasa, 11 Juni 2024, mengajukan praperadilan dan terdaftar dengan nomor perkara 10/Pid.Pra/2024/PN Bdg.

Salah satu tim pengacara Pegi, Mayor TNI (purn) Marwan Iswandi mengatakan, dirinya tidak terima atas tindakan Polda Jabar menetapkan Pegi sebagai tersangka dengan alat bukti yang dinilainya sangat lemah. Adapun salah satu alat bukti ini berupa ijazah dan KTP.

Menurutnya, polisi seharusnya bisa membuktikan alat bukti lainnya seperti batu atau apapun yang bisa dicek melalui sidik jari dari kliennya.

"Dia matinya karena apa, karena benturan batu misalnya batu benda tumpul. Benda tumpulnya ditemukan di tempat lokasi ada sidik jarinya Pegi Setiawan baru itu good. Setuju," kata dia.

Setelah itu masuk ke sidang pembacaan permohonan gugatan praperadilan. Pihak Polda Jabar pun tidak memunculkan batang hidungnya di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung. Hingga akhirnya sidang dilanjutkan pada hari berikutnya.

5. Saksi fakta Pegi Setiawan turut mencerahkan

Dok. Istimewa

Sidang praperadilan ini tergolong sengit, kubu Pegi Setiawan dan tim hukum Polda Jabar saling memberikan keterangan terhadap hakim tunggal Eman Sulaeman. Mereka juga membawa saksi fakta dan ahli.

Pegi Setiawan membawa empat orang saksi, Suharsono alias Bondol merupakan paman yang bekerja bersama, Dede Kurniawan teman main di Cirebon dari 2015, Agus pemilik rumah proyek dan Istrinya, Riana, sementara saksi ahli ialah Prof. Suhandi Cahaya.

Sementara tim Polda Jabar hanya membawa satu saksi ahli, Prof. Agus Surono dari Universitas Pancasila, Jakarta.

Dalam persidangan ini saksi ahli Prof. Suhandi Cahaya dimintai keterangan terlebih dahulu. Dia banyak memberikan keterangan dan jawaban atas pertanyaan hakim tunggal, Eman Sulaeman, serta dari tim kuasa hukum Pegi Setiawan dan tim hukum Polda Jabar.

Beberapa yang paling mencolok soal penetapan daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus pembunuhan ini tidak dapat dihapuskan atau dianulir seperti saat ini. Dalam kasus ini sendiri ada tiga orang tersangka DPO, Andi dan Dani Pegi alias Perong.

Namun belakangan dua orang ini dianulir. Hakim tunggal Eman Sulaeman mulanya menanyakan soal penghapusan dua DPO ini pada Suhandi Cahaya. Lantas Suhandi menyatakan, hal ini tidak bisa dilakukan karena harus ada gelar perkara yang dilakukan terlebih dahulu.

Selain itu, Suhandi turut menjelaskan, selain dianulir status DPO tidak bisa diubah jika tidak terdapat berita acara yang menyatakan penangkapan dan meninggal.

"Gak bisa (berubah) kalau gak ada berita acara DPO ditangkap atau meninggal," katanya.

Suhandi menjawab beberapa pertanyaan tim kuasa hukum Pegi Setiawan yang menanyakan soal adanya perbedaan antara ciri-ciri DPO yang ditampilkan Polda Jabar dengan kliennya. Suhandi memastikan itu merupakan salah tangkap.

"Itu salah tangkap namanya," jawab Suhandi.

Selanjutnya masuk pemeriksaan saksi fakta, Dede Kurniawan yang merupakan teman main di Cirebon sejak 2015. Dia memastikan banyak berkomunikasi dengan Pegi Setiawan melalui inboks Facebook, kemudian menyatakan bahwa Pegi memiliki nama alias Pegong buka Perong.

Pernyataan itu keluar setelah hakim tunggal, Eman Sulaeman, yang menanyakan pada Dede soal nama lain dari Pegi Setiawan. Dede menjawab, selama berteman dengan Pegi Setiawan tidak mengetahui ada panggilan Perong.

Dia mengatakan, panggilan Pegi hanya Pegong. "Nama alias hanya Pegong," ujar Dede.

Setelah itu, ruangan sidang mendadak panas saat Kabidkum Polda Jawa Barat, Kombes Nurhadi Handayani kekeuh dengan keyakinannya Pegi ini memiliki nama panggilan Perong berdasarkan obrolan grup di Facebook. Bahkan tim kuasa hukum Polda Jabar menyebut Pergong dengan Perong beda tipis.

"Pegog, rong hampir mirip yah, ada "o"-nya," kata Nuhadi.

Kemudian, saksi fakta Suharsono alias Bondol meyakini Pegi Setiawan tidak terlibat kasus pembunuhan ini karena pada saat kejadian kasua pembunuhan Vina dan Eki, Pegi di Bandung bekerja sebagai kuli bangunan.

Sebagai informasi, pembunuhan Pegi dan Eki terjadi di SMPN 11 Kota Cirebon, Jalan Perjuangan, Kelurahan Karya Mulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, 27 Agustus 2016.

"Pada 27 Agustus (2016), saya diantar sama Pegi Robi dan Ibnu ke Benderan Cibiru untuk pulang ke Cirebon naik bus, mereka setelah itu balik lagi ke proyek," tuturnya.

Kemudian, Agus pemilik rumah tempat Pegi bekerja sebagai tukang juga membenarkan, terduga pelaku pembunuhan Vina dan Eki ini ada di kediamannya tengah mengerjakan proyek pembangunan. Selain itu istri Agus, Riana juga melihat Pegi tengah bekerja pada tahun tersebut.

"Saya melihat langsung (Pegi Setiawan) bekerja (sebagai kuli pembangunan rumahnya)," kata Riana.

Sementara saksi ahli Polda Jabar, Prof. Agus Surono mengatakan, penangkapan Pegi Setiawan sudah berdasarkan aturan. Menurutnya, surat-surat atau dokumen dan akun Facebook bisa jadi alat bukti untuk menetapkan tersangka.

Mulanya tim hukum Polda Jabar menanyakan soal dokumen surat-surat seperti Ijazah, rapot hingga STNK kendaraan termasuk alat bukti untuk menetapkan tersangka ke Agus.

Agus mengatakan, kualifikasi surat itu ada di dalam pasal 187 KUHP dan ada beberapa dalam huruf A, huruf B dan huruf C. Namun hal berkaitan dengan hal ini ada dalam huruf b-nya.

"Surat yang dibuat oleh pejabat yang mempunyai kewenangan, maka apa yang tadi ditanyakan kepada saya masuk dalam kualifikasi 187 huruf b-nya tadi," ujar Agus, Kamis (4/7/2024).

Tim hukum Polda Jabar kemudian menanyakan kepada Agus soal surat permintaan grasi kepada Presiden dari para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon pada 2016, bisa dijadikan alat bukti.

Agus menjawab, yang masuk dalam pasal 187 huruf b KUHP adalah jawaban penolakan presiden atas permintaan grasi. Namun untuk permohonan masuk dalam hurup C.

"Kalau yang surat permohonan dari pihak pemohon mengajukan grasi itu adalah masuk dalam kualifikasi huruf c-nya. Intinya, itu tidak masuk dalam kualifikasi yang b, karena surat permohonan yang sifatnya adalah personal pribadi begitu," katanya.

Selain soal surat, Polda Jabar juga menanyakan soal akun media sosial Facebook yang dijadikan alat bukti oleh penyidik dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. Agus menjawab hal itu bisa dijadikan alat bukti.

"Jadi memang akun Facebook itu bisa saja di kualifikasi sebagaimana alat bukti, namun tidak masuk dalam kategori surat. Tapi ini bisa dijadikan sebagai petunjuk meskipun nanti akan dikonfirmasi lagi dalam pemeriksaan pokok perkara," ujarnya.

Agus melanjutkan, pembuktian apakah nantinya ada kesesuaian atau tidak alat bukti ini dengan perkara yang ada, nantinya akan turut diuji dalam persidangan pokok perkara. Namun berkaitan dijadikan alat bukti dipastikannya bisa digunakan.

"Misalkan akun Facebook itu nanti terkonfirmasi atau terverifikasi oleh ahli yang berkaitan dengan digital forensik, maka itu bisa saja sebagai dokumen atau informasi yang sifatnya elektronik dan bisa di kualifikasi sebagai alat bukti," kata dia.

6. Hakim menyatakan penetapan tersangka Pegi Setiawan tidak sah

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Setelah itu, Senin (8/7/2024) hakim tunggal Eman Sulaeman mengabulkan gugatan Pegi Setiawan. Alasannya, termohon dalam hal ini penyidik Polda Jawa Barat menetapkan tersangka tidak sesuai aturan, dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada calon tersangka.

Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan tidak terdapat panggilan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap calon tersangka yaitu Pegi Setiawan, namun langsung ditetapkan sebagai tersangka.

"Hakim tidak sependapat dengan dalil termohon soal tidak perlu pemanggilan kepada pemohon," ucap Eman saat membacakan putusan di sidang praperadilan.

Selanjutnya, Eman mengatakan panggilan dilakukan agar keluarga dari calon tersangka mengetahui termasuk masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Eman mengatakan pemanggilan bersifat wajib dan nyata.

"Karena keluarga harus tahu pemohon masuk ke dalam DPO," kata dia.

Eman juga tidak sependapat dengan Polda Jabar maupun ahli yang didatangkan dengan memberikan keterangan, penetapan tersangka minimalnya ada alat bukti dan tidak perlu ada pemeriksaan calon tersangka.

"Hakim menimbang penetapan tersangka tidak hanya bukti permulaan cukup dan bukti cukup, dua alat bukti harus ada pemeriksaan calon tersangka dulu," ungkap dia.

Hakim menimbang penetapan tersangka tidak hanya bukti permulaan cukip dan bukti cukip dua alat bukti harus ada pemeriksaan calon tersangka dulu. Eman juga menyatakan, putusan mahkamah konstitusi terkait pemeriksaan calon tersangka bersifat mengikat dan harus dipatuhi.

"Fakta di persidangan tidak ditemukan bukti satu pun pemohon dalam penyidikan pernah diperiksa sebagai calon tersangka," kata dia.

Hakim meminta Pegi untuk segera dibebaskan dari tahanan Polda Jabar serta dicabut sebagai tersangka. Menanggapi hal ini, Kepala Bidang (Kabid) Hukum Polda Jabar Kombes Nurhadi Handayani menuturkan, aparat akan mematuhi putusan hakim praperadilan sehingga Pegi Setiawan bebas dari jeratan hukum.

"Jadi nanti penyidik akan menindaklanjuti yang telah dibacakan oleh hakim. Kami tetap patuh hukum," kata Nurhadi usai persidangan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
Azzis Zulkhairil
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us