Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pengungkapan peredaran ganja (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Bandung, IDN Times – Ganja telah menjadi barang yang diharamkan secara hukum di Indonesia sejak lama. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan peredaran ganja, meski di sisi lain penyebarannya semakin masif terjadi.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa Barat, Brigadir Jenderal Sufyan Syarif, saat ditemui IDN Times di kantornya, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (4/2).

Sufyan mengatakan bahwa saat ini peredaran ganja di masyarakat semakin gencar dilakukan. Semakin masifnya peredaran ganja terjadi karena berbagai hal, salah satunya perubahan pola gaya hidup masyarakat saat ini.

1. Ganja juga berubah bentuk jadi liquid

IDN Times/Galih Persiana

Menurut Sufyan, mengonsumsi ganja adalah gaya hidup yang jelas menyalahi aturan yang berlaku. Jika dibiarkan, peredaran ganja akan menimbulkan masalah yang amat serius, yakni rusaknya masa depan bangsa.

Tidak hanya dalam bentuk batangan semacam rokok, ganja juga telah menjelma dalam bentuk cairan (liquid). Ganja jenis cairan biasanya dikonsumsi menggunakan alat elektronik seperti vape.

“Maka itu kami (BNN Jabar) harus terus bekerja maksimal untuk menindak segala peredaran ganja, khususnya di Jawa Barat,” kata dia.

2. Ganja sering dipasangkan dengan sabu

Ilustrasi sabu-sabu. IDN Times/Ayu Afria

Tak hanya karena perubahan gaya hidup, meningkatnya tren pengonsumsian ganja juga terjadi karena menjadi pasangan untuk mengonsumsi sabu. Secara teknis, ganja kerap digunakan untuk membantu mengonsumsi sabu dalam penguapan bong.

“(Ganja yang dipasangkan dengan sabu) itu kaya lingkaran setan. Jadi ada kerja sama antara sindikat ganja, sabu, dan ekstasi,” katanya.

3. Memutus peredaran lebih dari satu ton ganja

IDN Times/Galih Persiana

Selama 2019, BNN Jabar telah melakukan beberapa penindakan fantastis dalam memutus rantai peredaran ganja di daerahnya. “Kami tahun lalu mengamankan ganja seberat satu ton, 100 kg, dan seberat 50 kg di akhir tahun,” ujarnya.

“Ganja itu narkoba rekreasional, atau sering dipakai untuk membuat senang secara emosional, mangkanya sering disalahgunakan oleh pemakai,” ujar Sufyan.

4. Ganja menjadi perbincangan publik

Ilustrasi ganja (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Sebelumnya, perbincangan terkait ganja tengah menjadi sorotan masyarakat setelah Rafly Kande, anggota Komisi VI DPR asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memberi usulan ganja sebagai salah satu komoditas ekspor. Usulan itu sempat disampaikan Rafly dalam rapat bersama Menteri Perdagangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (29/1).

Merespons usulan itu, Sufyan mengatakan bahwa pemerintah tidak semestinya melakukan pelonggaran terhadap aturan-aturan peredaran ganja, dalam alasan apapun. Ganja, kata dia, mutlak akan merusak bangsa karena peredarannya cukup sulit untuk dibendung.

Sufyan mengatakan bahwa ganja memang sering digunakan untuk kepentingan medis, seperti misalnya dimanfaatkan untuk mengobati sebuah penyakit. “Itu pun menurut kesaksian (bukan penelitian yang mendalam), dan digunakan dengan takaran yang sangat pas,” katanya.

Namun faktanya, ganja juga bisa bikin orang ketagihan yang artinya sama berbahaya seperti narkoba jenis lainnya. “Amerika Serikat saja kewalahan mengatur peredaran ganja, apalagi Indonesia yang mana masih lemah dalam berbagai aspek,” ujar dia.

Editorial Team