Ilustrasi efisiensi anggaran (Foto: IDN Times)
Sementara Wakil Dekan 1 FH Uninus, Ahmad Jamaludin mengatakan, pergeseran anggaran bukan hanya sebatas berdasarkan SE Mendagri, apalagi dilakukan hanya oleh kepala daerah, tanpa melibatkan DPRD atau masyarakat.
"Pelibatan masyarakat dalam proses pergeseran anggaran adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa kebutuhan dan aspirasi masyarakat terakomodasi dengan baik," ujarnya.
Ahmad menjelaskan, peraturan terkait dengan pergeseran anggaran sudah begitu rinci dan jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dari mulai UU Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait penyusunan APBD 2025.
"Tahapan efesiensi anggaran melalui pergeseran anggaran harus sesuai dengan tahapan atau mekanisme perubahan APBD sebagaimana diatur dalam point 4.7 Permendagri 15 Tahun 2024, Pasal 163 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 316 UU Pemerintahan Daerah," tuturnya.
Menurut dia, jika efesiensi melalui pergeseran anggaran dilakukan hanya melalui perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD tanpa Perubahan APBD, jelas hal itu merupakan pelanggaran peraturan.
"Sebab, jika melihat pergeseran anggaran yang dilakukan atas efesiensi, seperti pada poin dua dan tiga Surat Edaran Mendagri, ini jelas-jelas merupakan pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD," katanya.
Ia juga mengatakan, Permendagri 15 Tahun 2024 memang membuka ruang pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD melalui perubahan Perkada Penjabaran APBD. Namun, ada syarat khusus yakni terdapat kondisi darurat dan keperluan mendesak.
"Pertanyaannya, apakah efesiensi belanja masuk pada keadaan kondisi darurat dan mendesak? Kan tidak," ucap Ahmad.
Kemudian, Dosen Fisip Unpas/Peneliti IPRC, Fahmy Iss Wahyudi menuturkan, seluruh Kepala Daerah dalam melaksanakan penyesuaian efesiensi belanja daerah harus patuh pada seluruh peraturan dari UU, peraturan pemerintah dan peraturan Menteri, bukan hanya SE.
"Pergeseran anggaran karena efesiensi belanja daerah ini harus transparan dan partisipatif agar output dan outcome-nya jelas untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat," kata Fahmy.
Dari tujuh kegiatan atau program yang menjadi objek hasil efesiensi, Fahmi mengungkapkan, ada prioritas berorientasi penciptaan lapangan pekerjaan. Pemerintah daerah bisa memasukan kegiatan apa saja seolah-olah masuk pada priroitas lainnya untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
"Itulah pentingnya partisipasi masyarakat yang telah diamanatkan oleh UU Pemda. Selain itu, DPRD harus bisa menjadi penyeimbang agar tidak terjadi executive heavy atau dominasi kepala daerah dalam pergeseran anggaran atas efesiensi belanja daerah, karena fungsi budgeter DPRD sudah jelas diamanatakan juga dalam UU Pemerintahan Daerah," katanya.