Hindari Kecelakaan di Gunung, Persiapan Mendaki Tak Boleh Sembarangan

- Pastikan ikut aturan mendaki
- Pendaki harus mempelajari cara evakuasi dan daftar resmi, serta nomor kontak petugas
- Peralatan pertolongan SAR Bandung memadai
- Kantor SAR Bandung memiliki berbagai macam alat termasuk ketersediaan helikopter
- Koordinasi dengan komunitas pecinta alam atau pendaki di area pegunungan sudah dilakukan
- Tak hanya WNI, WNA pun sering kecelakaan ketika mendaki
- Insiden yang menimpa warga negara asal Swiss ini menambah daftar pendaki WNA yang mengalami kecelakaan di Indonesia
- Salah satunya kasus meninggal
Bandung, IDN Times - Pemberitaan kecelakaan di gunung sekarang makin marak. Banyaknya pendakian yang dilakukan masyarakat membuat kemungkinan adanya kecelakaan kian tinggi.
Akhir pekan kemarin misalnya, dua remaja pendaki yang terjatuh dari Puncak Mega, Gunung Puntang, Desa Pasirmulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (27/7/2025). Dua korban, Reksa Suryalaga (15) dan Fahri (15), diketahui tengah melakukan pendakian bersama sejumlah temannya. Sekitar pukul 13.00 WIB, keduanya terjatuh ke jurang saat berada di kawasan Puncak Mega. Fahri berhasil dievakuasi lebih dahulu dalam kondisi tidak sadarkan diri. Sementara evakuasi terhadap Reksa sempat terkendala kabut tebal yang mengurangi jarak pandang.
Kepala Seksi Operasi dan Siaga SAR Bandung, Moch Adip mengatakan, semakin banyaknya mendaki yang mengalami kecelakan salah satunya karena persiapan ketika hendak mendaki kurang baik. Persiapan ini bukan hanya masalah peralatan, tapi juga pengetahuan, mental, dan fisik. Ketika semua itu tidak dipenuhi maka ada kemungkinan pendaki mengalami kecelakaan karena satu dan lain hal.
"Sekarang banyak pendaki pemula yang kurang mempersiapkan fisik, padahal mendaki itu butuh tenaga dan ketahanan. Kemudian kan logistik seperti peralatan dan alat P3K harus memadai selama durasi pendakian," kata Adib saat dihubungi IDN Times, Jumat (1/8/2025).
1. Pastikan ikut aturan mendaki

Dia menuturkan, kesalahan para pendaki yang kerap alami kecelakaan karena mereka tidak mengikuti aturan ketika berada di pegunungan tertentu. Karena terlalu senang mendaki sehingga kurang berhati-hati selama di perjalanan.
Di sisi lain, masih ada pendaki yang tidak mendaftar secara resmi atau menyimpan nomor kontak kepada petugas yang berada di area pendakian. Sehingga, ketika ada sesuatu terhadap pendaki tersebut agak susah dipastikan kondisinya karena memang tidak diketahui oleh petugas.
"Ini juga penting sehingga ketika ada hal darurat kita bisa segera merespons," ungkap Adib.
Kemudian, para pendaki pun harus bisa mempelajari cara melakukan evakuasi atau area mana saja yang berbahaya ketika dilewati sehingga tahu harus berbuat apa ketika terjadi sesuatu termasuk kecelakaan di jalur pendakian.
2. Peralatan pertolongan SAR Bandung memadai

Terkait peralatan dalam pertolongan di kawasan pegunungan, Adib menyebut bahwa Kantor SAR Bandung memiliki berbagai macam alat termasuk ketersediaan helikopter. Meski demikian, pencarian korban kecelakaan di pegunungan memang biasanya tidak mudah tergantung kondisi kawasan dan cuaca sekitar.
Bisa saja area kecelakaan sulit diakses sehingga pencarian korban membutuhkan waktu. Kemudian cuaca pun harus mendukung karena ketika ada kabut atau angin kencang agar sulit melakukan evakuasi korban kecelakaan di area pegunungan.
"Sebenarnya kita juga sudah koordinasi dengan komunitas pecinta alam atau pendaki di area pegunungan sehingga ketika ada kejadian mereka juga bisa terjun lebih dulu karena sudah hapal medan," paparnya.
3. Tak hanya WNI, WNA pun sering kecelakaan ketika mendaki

Seorang Warga Negara Asing (WAN) asal Swiss, Bennedikt Emmeneger, terjatuh di jalur pendakian menuju Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Rabu, 16 Juli 2025.
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) bersama Tim Edelweis Medical Help Centre (EMHC), Rinjani Squad, dan Kantor SAR Mataram langsung melakukan evakuasi.
Kondisi korban selamat, namun mengalami patah tulang, sehingga proses evakuasi dilakukan menggunakan helikopter, guna mencegah risiko pendarahan yang lebih parah.
Insiden yang menimpa warga negara asal Swiss ini menambah daftar pendaki WNA yang mengalami kecelakaan, saat mendaki gunung di Indonesia, khususnya di gunung Rinjani yang menjadi favorit para pendaki asal mancanegara.
Salah satunya kasus meninggalnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang jatuh di sekitar Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Gunung Rinjani juga sempat menjadi sorotan publik, karena proses evakuasi korban yang dinilai cukup lama.
Proses evakuasi dilakukan tim SAR gabungan, memakan waktu berhari-hari, karena cuaca di kawasan puncak gunung Rinjani mudah berubah-ubah, sehingga proses evakuasi sulit dilakukan.
WNA asal Brasil ini dilaporkan jatuh pada Sabtu, 21 Juni 2025, dan baru berhasil dievakuasi empat hari setelahnya, yaitu pada Rabu, 25 Juni 2025 pukul 13.51 WITA, dalam keadaan meninggal dunia di kedalaman 650 meter dari titik lokasi kejadian.