Hanya 64,78 %, Tingkat Pemilih Pilkada Kota Bandung Jauh dari Target

Bandung, IDN Times - Jumlah pemilih di Kota Bandung yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada pencoblosan pemilihan kepala daerah 27 November lalu jauh dari target. Angan-angan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bandung dan pemerintah daerah mendapatkan 90 persen partisipasi gagal terwujud.
Nyatanya, dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwalkot) Bandung dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) tercatat hanya mencapai 64,78 persen. Dari data yang dirilis KPU Jabar, Kota Banjar berhasil meraih partisipasi masyarakat sebesar 71,79 persen, Kabupaten Subang 70,34 persen, Kab Pangandaran 78,42 persen, dan Kab Bandung 72,85 persen. Meski masih ada kabupaten kota lain yang lebih rendah dibanding Kota Bandung, seperti Kabupaten Sukabumi yang hanya mencapai partisipasi 56,32 persen.
Meski demikian, angka ini jelas anjlok dibandingkan jumlah pemilih dalam pemilihan presiden (Pilpres) beberaa bulan sebelumnya yang mencapai 82,9 persen. Padahal angka pemilih untuk Pilwalkot dan Pilgub Jabar naik dibandingkan Pilpres karena adanya pemilih pemula.
1. Sosialisasi pentingnya pilkada tidak tepat sasaran
Pengamat politik dari IPRC, Indra mengatakan, hasil ini jelas menjadi citra buruk untuk KPU Bandung dan pemerintah daerah termasuk partai politik yang tidak bisa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Ada beberapa kasus yang membuat jumlah pemilih menjadi sedikit salah satunya adalah keterlambagan undangan yang diberikan kepada pemilih.
"Kedua, sosialisasi agar masyarakat bisa datang dan memilih juga kurang karena nyatanya bisa dilihat dari jumlah paritisipasi menurun," kata Indra saat dihubungi, Rabu (3/12/2024).
2. Paslon kurang tawarkan progam menarik
Di sisi lain, keberadaan partai politik (parpol) dengan masing-masing pasangan calon (paslon) yang diusung bisa jadi kurang membuat masyarakat datang ke TPS dan memberikan suaranya. Sebab, program yang menarik dari paslon seharunsya membuat masyarakat ingin datang dan mencoblos calon tersebut.
Maka, ketika program yang ditawarkan biasa saja dan dirasa tidak akan berdampak pada mereka, warga pun enggan datang ke TPS. Mereka berpandangan bahwa ketika calon manapun menang tidak akan berpengaruh banyak pada kehidupannya maupun orang sekitar.
"Saya pikir calon juga ya dalam hal ini, tanda kutip, seharusnya juga memastikan masyarakat aktif melalui relawannya. Jadi mereka harus bisa semaksimal mungkin membuat masyarakat hadi dalam pemilu," ungkap Indra.
3. Penentuan hari juga bisa jadi persoalan
Kemudian, dari sisi hari juga bisa jadi menjadi masalah yang harus dipecahkan. Pemilihan hari rabu meskipun libur membuat masyarakat yang bekerja di luar kota enggan untuk pulang sekedar mencoblos.
Walaupun ada perusahaan yang meliburkan dua sampai tiga hari, tapi mayoritas hanya pada saat hari H saja. Di Kota Bandung saat ini banyak pekerja mulai di daerah industri Karawang, Bekasi, atau Jakarta.
"Jadi pemilihan hari ini juga harus dipastikan efektif atau tidak. Jika tidak harus ada cara agar pemilih di luar kota yang tidak pulang tetap bisa memilih," kata Indra.
Dengan minimnya pemilih ini, dia menyayangkan karena artinya seseorang menjadi pemimpin daerah legitimasinya kurang. Sebab mereka hanya dipilih mungkin tidak lebih dari 40 persen warga dominisili daerah tersebut.