Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pengadilan Negeri Sukabumi (IDN Times/Fatimah)

Kota Sukabumi, IDN Times - Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi magang di Pengadilan Negeri (PN) Sukabumi menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial. Informasi tersebut pertama kali diunggah oleh Gerakan Mahasiswa NSP di Instagram, yang membagikan kronologi kejadian serta mengecam tindakan pelaku.

Unggahan tersebut telah ditonton lebih dari 25,1 ribu kali, mendapat 727 likes, dan dikomentari oleh lebih dari 100 akun. Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa insiden terjadi pada Kamis, 20 Februari 2025, pukul 09.36 WIB, di ruang kesehatan atau ruang laktasi PN Sukabumi, saat korban dalam kondisi setengah sadar setelah pingsan.

"Dalam keadaan rentan tersebut, korban merasakan tiga kali sentuhan tidak senonoh oleh pelaku. Tindakan ini tidak hanya meninggalkan kemarahan, tetapi juga trauma mendalam bagi korban," tulis Gerakan Mahasiswa NSP dalam unggahan tersebut.

Mereka menegaskan bahwa pelecehan seksual adalah kejahatan yang tidak boleh dibiarkan, terutama di institusi hukum yang seharusnya menjadi benteng keadilan dan perlindungan bagi masyarakat.

1. Respons mahasiswa dan kepolisian

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN times/Aditya Pratama)

Kasus ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk organisasi mahasiswa yang menuntut agar pelaku dihukum berat, juga menuntut transparansi dalam proses hukum, serta perlindungan dan pemulihan bagi korban.

Presiden Mahasiswa Universitas Nusa Putra, Jovan, menyatakan bahwa kelompoknya sedang melakukan komunikasi internal untuk mendampingi korban dan menindaklanjuti kasus ini.

"Iya, sedang kami urus. Sementara ini saya belum bisa menyikapi lebih lanjut. Nanti setelah selesai rapat internal, kami akan menentukan langkah berikutnya," kata Jovan.

Sementara itu, Kasubsi PIDM Polres Sukabumi Kota, Ipda Ade Ruli Bahtiarudin, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada laporan polisi yang diterima terkait dugaan pelecehan seksual tersebut.

"Kami sudah cross-check di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK), dan belum ada laporan masuk. Jika korban ingin menempuh jalur hukum, silakan membuat laporan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota agar bisa kami tindak-lanjuti," ujarnya.

2. Pengadilan Negeri Sukabumi lakukan investigasi

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Menanggapi kasus ini, PN Sukabumi melalui juru bicara Christoffel Harianja membenarkan adanya dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh seorang pegawai honorer berinisial ES (46 tahun), yang telah bekerja di pengadilan selama 20 tahun.

Sebagai langkah awal, PN Sukabumi membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Hakim Miduk Sinaga, beranggotakan lima orang yang terdiri dari dua hakim, dua pegawai sekretariat, dan satu pegawai kepaniteraan.

"Kami tidak menoleransi segala bentuk tindakan asusila yang terjadi di lingkungan Pengadilan Negeri Sukabumi. Kami telah membentuk Tim Khusus Pemeriksaan internal yang akan melakukan investigasi lebih lanjut terkait dugaan kasus ini," ujar Christoffel.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan informasi yang diterima, korban mengalami kejadian tersebut setelah pingsan di depan ruang persidangan dan dibawa ke ruang kesehatan oleh dua orang petugas, salah satunya adalah terduga pelaku.

"Ceritanya, korban pingsan di depan ruang persidangan, lalu dibawa ke tempat laktasi atau ruang kesehatan. Salah satu temannya sempat mengantar korban ke dalam ruangan dan keluar sebentar, lalu terjadi kejadian dugaan pelecehan," ujarnya.

Saat ini, terduga pelaku telah dinonaktifkan sementara guna memastikan transparansi dalam penyelidikan. Jika terbukti bersalah, PN Sukabumi menyatakan akan memberhentikan ES sebagai pegawai honorer.

"Kami sudah meneruskan kasus ini ke Pengadilan Tinggi Bandung. Jika terbukti melakukan pelecehan seksual, hukumannya pasti diberhentikan," tutur Christoffel.

3. Korban alami trauma

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sejak insiden terjadi, korban mengalami trauma dan memilih untuk tidak kembali ke tempat magang. Menurut ayah korban, AF (44), putrinya masih mengalami tekanan psikologis dan sulit melupakan kejadian tersebut.

"Anak saya bilang, ‘Aku nggak terima kalau pelaku hanya diskorsing. Aku ingin dia dipenjara supaya ada efek jera.’ Saya sebagai orangtua hanya bisa mendukung keputusan anak saya, karena dia yang mengalami langsung kejadian ini," ujar AF.

Meskipun secara mental cukup kuat karena terbiasa aktif dalam kegiatan gereja, korban tetap merasa sakit hati dan kecewa.

"Setiap malam dia masih terbayang kejadian itu. Dia bilang, ‘Aku nggak bisa lupa, Pah. Aku sakit hati, aku kecewa banget, aku nggak terima.’ Saya juga sebagai orangtua ikut merasakan kesedihan yang dialami anak saya," tuturnya.

Keluarga korban masih menunggu langkah konkret dari kampus dan pengadilan. Jika sanksi yang diberikan tidak sesuai dengan harapan, mereka siap menempuh jalur hukum untuk menuntut keadilan.

"Saya ingin melihat keseriusan pengadilan dan kampus dalam menyikapi kasus ini. Kalau hanya diberikan skorsing atau dikeluarkan, saya gak akan terima. Kami siap mengambil langkah hukum lebih lanjut," tuturnya.

Editorial Team