Gara-gara Kutu, Siswi SD Trauma Usai Dibotakin Guru

Kabupaten Cianjur, IDN Times - Seorang siswi SD di Kabupaten Cianjur menjadi sorotan publik setelah rambutnya dicukur habis oleh gurunya, yang diduga dilakukan karena rambutnya berkutu.
Kejadian ini menyebabkan siswi tersebut mengalami trauma dan viral di media sosial.
1. Rambut siswi dicukur habis hingga menangis di rumah

Dalam video yang beredar, terlihat siswi tersebut dicukur oleh gurunya di sekolah. Saat pulang, ia menangis dengan kepala yang sudah botak.
Keluarga siswi pun menyayangkan tindakan tersebut, menganggapnya memalukan hingga siswi enggan untuk kembali ke sekolah.
"Saurna uih sakola, murangkalih nangis digundulan ku guruna (katanya pulang sekolah, anak nangis digunduli oleh gurunya)," ujar seseorang yang memideokan kondisi siswa.
"Na teu aya cara nu sanes dugika digundulan (memang tidak ada cari lain sampai digunduli). Murangkalih teh janten isin sakola, alim sakola. Pindah sakola ge alim. (Anaknya jadi malu sekolah, tidak mau sekolah. Pindah sekolah pun tidak mau)," ujarnya.
2. Pernyataan Disdikpora Cianjur

Kepala Bidang SD Disdikpora Cianjur, Aripin, membenarkan insiden ini. Dia mengatakan, peristiwa itu terjadi di SDN Babakan, Cikadu.
Menurutnya, meskipun guru bertujuan baik, tindakan itu dilakukan tanpa berkoordinasi dengan orangtua terlebih dahulu. Aripin menambahkan bahwa pendekatan seperti ini bisa berdampak buruk secara psikologis, terutama bagi anak perempuan.
"Sekali lagi tujuannya sangat baik, karena isunya anak itu rambutnya kurang terurus dan ada kutunya. Tapi itu kan isu. Seharusnya berkoordinasi dengan orangtua murid. Itu namanya anak diperintahkan nurut tapi orangtuanya belum tentu menerima," kata Aripin, Kamis (7/11/2024).
3. Pendampingan psikologis

Disdikpora akan memberikan pendampingan psikologis bagi siswi tersebut untuk membantu pemulihan emosinya.
"Kami berupaya agar ia kembali pulih dan mau bersekolah lagi. Anak itu pada hari ini tidak masuk. Kami akan pulihkan agar siswi itu bisa secepatnya bersekolah lagi,"ujar Aripin.
Pihaknya berharap, kasus ini menjadi pelajaran bagi pendidik agar lebih berhati-hati dalam menangani anak-anak dan mempertimbangkan psikologinya baik itu anak laki-laki maupun perempuan.