Gaji Dosen-Staf Kampus UB Menunggak, Yayasan: Pendapatan Kami Kurang

Bandung, IDN Times - Sudah tujuh bulan dosen dan staf di kampus Univesitas Bandung (UB) tidak mendapatkan gaji. Meski demikian mereka tetap menjalankan aktivitas termasuk mengajar pada ratusan mahasiswa yang masih berkuliah.
Kasus ini pun dibawa ke LLDIKTI IV Regioan Jawa Barat. Harapannya ada kejelasan bagaimana nasib para pengajar dan staf, serta mahasiswa yang ada sekarang.
Ketua Yayasan Bina Administrasi Uce Karna Suganda, yang menaungi kampus UB, menjelaskan bahwa kondisi ini memang terjadi ketika kementerian pendidikan tinggi menutup satu fakultas yang memiliki tujuh prodi. Padahal dari satu fakultas tersebut setidaknya ada 2.000 mahasiswa. Adapun prodi yang ditutup adalah S1 Administrasi Bisnis, S1 Administrasi Publik, dan S2 Administrasi Publik.
Sedangkan satu fakultas saja yang berisi tujuh prodi, yaitu D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, D3 Teknologi Bank Darah, D4 Manajemen Informasi Kesehatan, D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja, S1 Fisioterapi, S1 Sistem Informasi, dan S1 Teknik Informatika. Jumlah mahasiswa dari satu fakultas ini tidak lebih dari 300 orang saja.
Kondisi ini memaksa pihak yayasan untuk menunggak pembayaran gaji karena uang masuk dari 300 mahasiswa tidak cukup untuk membayar operasional termasuk tenaga pendidik dari dua fakultas yang ada.
"Pengajar yang sekarang tetap ada walaupun mereka jadinya di rumah. Nah 300 orang mahasiswa ini tidak bisa nutup semua operasional. Sebulan itu harusnya pengeluaran bisa Rp400 juta, tapi pemasukan ini rata-rata paling Rp250 juta," ungkap Uce ketika ditemui usai mediasi di LLDIKTI Region IV Jawa Barat, Selasa (7/1/2025).
1. Pihak yayasan sempat urunan uang gaji

Uce menjelaskan, ketika gaji dosen dan staf anggarannya tidak ada, sejumlah pegawai di yayasan sampai haru urun dana demi memberikan hak pada pegawai di Kampus UB. Dana yang dulu terkumpul sekitar Rp630 juta dan ni dibagian kepada pekerja.
Untuk menutup kebutuhan dana operasional, memang tidak mungkin jika harus mengandalkan uang dari ratusan mahasiswa yang ada sekarang. Pihak yayasan pun mulai mencari ide agar kebutuhan tersebut bisa ditutupi salah satunya dengan memasarkan salah satu gedung kampus yang ada di sekitar Ciwastra.
"Harganya ini sekitar Rp25 miliar. Sudah sempat ada yang tawar tapi masih belum terjual sampai sekarang," kata Uce.
Jika gedung tersebut dijual, maka UB bisa lebih maksimal dalam mengoperasionalkan kembali kampusnya. Uang itu pun rencana bakal dijadikan dana pesangon bagi dosen dan staf selama ini mengajar di fakultas yang ditutup.
2. Persilakan jika ada yang mau ambil alih

Menurutnya, Yayasan Bina Administrasi tidak menutup kemungkinan jika ada yayasan atau pihak manapun yang mau mengambilalih kampus ini. Namun, memang nominalnya tidak sedikit.
Sekarang ada dana yang harus dikeluarkan sekitar Rp8 miliar ditambah dengan utang di salah satu perbankan sekitar Rp10 milar. Artinya, mereka yang mau mengambil setidaknya harus menyiapkan Rp18 miliar.
"Ini belum dengan biaya untuk izin dan lainnya. Jadi bisa lebih," ungkap uce.
Saat ini, pihak yayasan pun sedang mencari investor dari yayasan di dalam negeri maupun luar negeri yang ingin bekerjasama. Beberapa penjajakan dilakukan termasuk lembaga pendidikan dari Korea dan Malaysia.
3. Perkuliahan tetap harus berjalan

Di tengah persoalan ini, Uce pun sudah berkoordinasi dengan para pendidikan dan staf lainnya agar pendidikan mahasiswa tetap bisa berjalan. Sebab mereka harus mendapatkan hak yang sudah dibayarkan, apalagi terdapat mahasiswa yang sudah masuk tahun terakhir.
Yayasan akan mencari jalan agar pembiayaan untuk pengajar bisa segera dicairkan. Pencarian uang sedang dilakukan sehingga semua operasional bisa berjalan seperti biasa.
Sementara itu Ketua Senat Mahasiswa Universitas Bandung, Puspa mengatakan bahwa para mahasiswa ingin ada kepastian mengenai kondisi kampus UB. Yang paling memungkinkan adalah alih kelola kampus dari yayasan Bina Administrasi agar nantinya para mahasiswa khususnya yang sudah masuk tahun terakhir bisa melakukan berbagai kegiatan untuk kelanjutan perkuliahan.
"Masa depan kita, dan kami itu tidak mau sampai kita terlambat lulusnya karena akan buang-buang, tenaga, waktu, dan juga uang," kata dia.
Menurutnya, karena persoalan ini sudah banyak mahasiswa dari berbagai angkatan dan jurusan yang memutuskan untuk pindah ke kampus lain dengan tidak adanya kepastian dari pihak yayasan dan universitas. Alhasil mereka harus mengeluarkan biaya lebih karena pindah kampus itu membutuhkan uang.