Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250728-WA0147.jpg
Dugaan pembalakan liar di kaki gunung salak (IDN Times/Istimewa)

Intinya sih...

  • Air bersih terganggu, tiga desa terdampakKerusakan hutan memengaruhi pasokan air di Desa Cidahu, Jayabakti, dan Pondokaso. Air menjadi keruh setelah hujan dan kolam penampungan jarang penuh.

  • Banjir bandang pernah terjadiKerusakan lingkungan memperbesar risiko bencana seperti banjir bandang pada 6 Oktober 2022 yang membawa lumpur dan batang pohon ke permukiman warga di kawasan Pondokaso.

  • Diduga untuk komersialisasi, warga minta Gubernur Dedi turun tanganAkses ke area tersebut dibuka lebar tanpa pengawasan dan jalan diduga dibangun untuk tujuan komersial. Warga meminta Gubernur Jawa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kabupaten Sukabumi, IDN Times - Warga di kawasan kaki Gunung Salak, tepatnya di Blok Cangkuang, Desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi, mulai merasa cemas akan dampak kerusakan hutan yang terjadi di wilayah mereka. Hutan yang dulu hijau dan lebat, kini terlihat gundul akibat aktivitas pembalakan liar yang diduga sudah berlangsung lebih dari dua tahun.

"Ada sekitar 70 hektare hutan, dan hampir setengahnya kini sudah habis. Lebih dari 15 ribu batang pohon ditebang," ujar Rohadi (75 tahun), tokoh masyarakat setempat, Senin (28/7/2025).

Berbagai jenis pohon bernilai tinggi seperti Mangong, Damar, Saninten, Pasah, dan Puspa menjadi korban. Bahkan pohon Pinus dan Damar hasil program penghijauan pun tak luput dari penebangan.

1. Air bersih terganggu, tiga desa terdampak

Dugaan pembalakan liar di kaki gunung salak (IDN Times/Istimewa)

Kerusakan hutan ini mulai berdampak langsung pada kehidupan warga di tiga desa yang selama ini mengandalkan pasokan air dari Blok Cangkuang. Ketiga desa tersebut di antaranya Desa Cidahu, Jayabakti, dan Pondokaso.

"Kalau dulu airnya bening, sekarang baru hujan sebentar saja sudah keruh. Kolam penampungan juga sudah jarang penuh," ujar Rohadi, mengeluh.

2. Banjir bandang pernah terjadi

ilustrasi banjir (pexels.com/Ahmed akacha)

Kerusakan lingkungan ini juga dinilai memperbesar risiko bencana. Rohadi mengenang kejadian banjir bandang pada 6 Oktober 2022, saat Sungai Cibojong meluap dan membawa lumpur serta batang pohon ke permukiman warga di kawasan Pondokaso.

"Airnya datang cepat, bawa lumpur dan ranting. Sungai itu mengalir dari dua arah, dari Cibogo dan Cirasamala yang sama-sama berhulu di Blok Cangkuang," katanya.

Rohadi menambahkan bahwa akar-akar pohon yang dulu berfungsi menyerap air kini sudah tak ada lagi. "Dulu bisa menahan air hujan, sekarang tanahnya terbuka semua," tuturnya.

3. Diduga untuk komersialisasi, warga minta Gubernur Dedi turun tangan

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Hotel Borobudur Jakarta Pusat (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Rohadi juga mengungkapkan bahwa kawasan hutan tersebut sebelumnya berada di bawah pengawasan ketat melalui skema HGU (hak guna usaha). Namun kini, akses ke area tersebut dibuka lebar tanpa pengawasan. Bahkan, sudah ada jalan yang diduga dibangun untuk tujuan komersial.

"Dulu hutan ini dijaga. Sekarang terbuka, jalannya sudah dibikin. Kami khawatir lahannya akan dialih-fungsi," katanya.

Warga RW 02 di kaki Gunung Salak berharap pemerintah segera mengambil tindakan tegas. Mereka mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk turun langsung melihat kondisi lapangan.

"Kami hanya ingin Pak Gubernur Jabar datang dan lihat sendiri. Ini bukan cuma soal lingkungan, tapi soal keselamatan warga," ucap Rohadi dengan nada serius.

Sementara itu, Bupati Sukabumi Asep Japar mengaku belum menerima laporan soal kerusakan hutan tersebut. “Saya baru dengar soal penggundulan itu. Nanti akan kami telusuri,” ujar Asep, singkat, saat ditemui di Cisaat.

Editorial Team