Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dugaan Mafia Lahan Gunung Halimun Salak, Warga Desak Pemkab Bertindak

447278a4-2c94-44c0-9240-f5e43262c244.jpeg
Aksi budaya warga bertajuk Raksa Buana di Sukabumi (IDN Times/Istimewa)
Intinya sih...
  • Banjir dan longsor makin sering terjadi di Sukabumi karena penebangan liar merusak fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem.
  • Dugaan adanya mafia lahan dan keterlibatan oknum pejabat Pemkab Sukabumi dalam perusakan lingkungan hutan lindung Gunung Halimun Salak.
  • Desakan kepada Pemkab Sukabumi dan Gubernur Jawa Barat untuk segera bertindak tegas menangani perusakan lingkungan serta meluncurkan program penghijauan masif.
  • Banjir dan longsor makin sering terjadi di Sukabumi, akibat penebangan liar yang merusak fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem.
  • Mahalogi menduga adanya mafia lahan dan oknum pejabat yang terlibat dalam perusakan lingkungan di kawasan Gunung Halimun Salak.
  • Desakan kepada Pemkab Sukabumi dan Gubernur Jawa Barat untuk segera bertindak tegas menangani perusakan lingkungan serta meluncurkan program penghijauan masif.

Sukabumi, IDN Times - Dugaan perusakan lingkungan di kawasan hutan lindung Gunung Halimun Salak menjadi sorotan. Warga yang tergabung dalam Masyarakat Pemerhati Ekologi (Mahalogi) meminta agar pemerintah segera mengambil tindakan.

Hasil investigasi Mahalogi menemukan adanya aktivitas penebangan liar dan alih fungsi lahan yang diduga menjadi pemicu meningkatnya bencana ekologis di Sukabumi.

1. Banjir dan longsor makin sering terjadi

ilustrasi banjir (pexels.com/Ahmed akacha)
ilustrasi banjir (pexels.com/Ahmed akacha)

Koordinator Mahalogi, Mantra Sugrito, menyebut penebangan liar telah merusak fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem. Akibatnya, bencana seperti banjir, longsor, dan pergeseran tanah semakin sering melanda wilayah Sukabumi.

"Kami mencatat intensitas bencana meningkat di puluhan kecamatan. Ini bukan kebetulan. Ada korban jiwa, kerugian triliunan rupiah, dan kerusakan lingkungan yang parah," kata Mantra, Jumat (4/7/2025).

2. Diduga ada mafia lahan dan oknum pejabat

ilustrasi mafia tanah. (Dok. hukum online)
ilustrasi mafia tanah. (Dok. hukum online)

Mahalogi menduga masalah ini bermula dari klaim penguasaan lahan oleh seorang oknum yang mengaku memiliki surat pengelolaan atas lahan seluas lebih dari 70 hektare di kawasan hutan lindung.

Lebih jauh, mereka juga menuding ada keterlibatan oknum pejabat Pemkab Sukabumi yang diduga memberikan surat kuasa kepada pengacara yang bersangkutan.

"Kalau benar ada mafia lahan bermain dengan penguasa, ini bukan sekadar pelanggaran hukum. Ini ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat," tegas Mantra.

3. Desak Pemkab dan Gubernur segera bertindak

Ilustrasi pemerintah (freepik.com/wirestock)
Ilustrasi pemerintah (freepik.com/wirestock)

Sebagai bentuk protes, Mahalogi sempat melakukan aksi budaya bertajuk Raksa Buana di Kantor Bupati Sukabumi, Palabuhanratu. Mereka mendesak Pemkab Sukabumi, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian, untuk segera menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam perusakan lingkungan.

Mahalogi juga meminta pemerintah melakukan kajian kebencanaan secara menyeluruh dan meluncurkan program penghijauan masif yang melibatkan pemuda serta petani lokal.

"Kesalahan dalam perencanaan pembangunan harus dikoreksi. Kita butuh rencana yang berpihak pada alam dan masyarakat, bukan untuk kepentingan elite," kata Mantra.

Selain itu, mereka mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, segera turun tangan untuk menangani persoalan ekologis di Sukabumi. "Kalau kerusakan ini dibiarkan, hutan hilang," tutupnya.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us