ilustrasi rumah (freepik.com/jcomp
Kebijakan ini segera menuai komentar keras dari warga Kota Cirebon. Ahmad Fauzi, seorang pedagang di Pasar Kanoman, mengaku tidak percaya ketika mendengar angka tunjangan yang mencapai hampir Rp50 juta per bulan.
"Kami ini pedagang kecil, bayar kontrakan rumah saja kadang harus utang. Kok dewan bisa dapat tunjangan sebesar itu hanya untuk rumah? Rasanya jauh sekali jaraknya dengan masyarakat,” ujarnya.
Nada serupa datang dari Siti Rahmawati, ibu rumah tangga asal Kecamatan Kejaksan. Ia menilai pemberian tunjangan boleh saja dilakukan, tetapi nominalnya mesti realistis dan sesuai kondisi masyarakat.
“Kalau rumah dinas memang tidak ada, ya wajar diberi tunjangan. Tapi jangan sampai rakyat melihat wakilnya hidup terlalu mewah, sementara sekolah butuh perbaikan, jalan desa banyak yang rusak, dan layanan kesehatan masih terbatas,” katanya.