Kawasan sumur situs Matangaji di Kota Cirebon sebelum rusak parah tertimbun tanah. (Istimewa)
Sementara itu, pemerhati budaya Jajat Sudrajat menyayangkan pernyataan dari DPOKP. Sebab, apabila situs belum terdaftar dari catatan Pemerintah Kota Cirebon, tidak seharusnya menyatakan itu bukan dari cagar budaya. Sebab, catatan antara di keraton dengan pemerintah sangat berbeda. Pemerintah dalam hal ini dinilai lambat menginventarisir data situs bersejarah di Kota Cirebon.
Karena konsekuensi logisnya, jika ratusan situs yang ada di Kota Cirebon itu terdaftar sebagai bangunan cagar budaya, maka pemerintah berkewajiban menganggarkan biaya pemeliharaan dan operasionalnya.
"Kota Cirebon yang luasnya mencapai 37 Km persegi, itu masih ada ratusan situs yang belum terdaftar oleh pemerintah. Kalau menyatakan situs, resikonya harus membiayai biaya pemeliharaan. Sementara, kalau menunggu pemerintah sama saja membiarkan situs tak dilindungi," ujar Jajat.
Dia menegaskan bahwa, Situs Matangaji tersebut tempat yang disakralkan oleh Sultan Shafiudin V saat bergerilya melawan pasukan penjajah. Sebab, situs tersebut selain menjadi tempat meditasi dan menguji kesaktian, tempat tersebut satu-satunya yang tidak terjamah oleh tentara Belanda.
"Dalam sejarahnya, situs itu tempat yang disakralkan. Langkah ke depan, diharapkan kepada wakil rakyat untuk menyelamatkan situs," tegas Jajat.