Aktivis demokrasi Neni Nur Hayati melaporkan dirinya mendapatkan serangan yang disebutnya mengancam kebebasan berpendapat berupa doxing. IDN Times/Istimewa
Neni yang merupakan Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia ini, menceritakan serangan tersebut dialaminya sedikitnya dalam waktu dua hari terakhir tertanggal 15-16 Juli 2025, dalam akun digital instagram @neni1783 dan akun tiktok @neninurhayati36 yang tidak ada hentinya.
"Saya juga mendapatkan informasi dari teman wartawan di salah satu media, bahwa foto saya juga muncul di akun resmi Diskominfo Jabar dengan kolaborasi akun jabarprovgoid, humas_jabar, dan jabarsaberhoaks yang membahas terkait dengan anggaran belanja media," kata Neni.
Neni mengatakan, alih-alih memberikan ruang untuk kebebasan berpendapat, hal yang terjadi ini justru mematikan ruang kebebasan itu dengan tindakan represif, padahal Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun melangkah dari runtuhnya rezim otoriter Orde Baru.
"Seharusnya pemerintah menyadari bahwa masyarakat sipil adalah pilar demokrasi yang kuat dalam membangun peradaban bangsa seperti yang disebut Alexis de Tocqueville (1835) yang menyebut masyarakat sipil sebagai fondasi demokrasi, serta Daron Acemoglu dan James A Robinson (2020) yang mengatakan pentingnya keseimbangan antara kekuatan negara dan masyarakat," ujarnya.
Neni menceritakan kronologi dirinya mendapat serangan-serangan tersebut, diawali pada tanggal 5 Mei 2025 dirinya membuat unggahan terkait dengan bahaya buzzer yang dapat mengancam demokrasi dan eksistensi negara melalui akun pribadi dengan link tiktok https://vt.tiktok.com/ZSBGyTLvu/.
Sebagai pemilik akun, Neni mengatakan unggahannya tersebut hanya meneruskan informasi yang disampaikan oleh data kompas terkait dengan "Buzzer Mengepung Warga", "Menyelisik Jejak Para Buzzer, dari Kosmetik sampai Politik", "Buzzer Politik Pemborosan Anggaran dan Alat Propaganda yang Mengancam Demokrasi" serta "Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas".
"Tujuan saya tidak lain untuk melakukan edukasi publik dan mengingatkan kepada para kepala daerah untuk tidak melakukan pencitraan dengan berlebihan dan melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan serta tidak mengerahkan buzzer untuk melakukan penyerangan kepada aktivis yang kritis terhadap kebijakan publik dengan mengutip juga pemikiran John F Kennedy dan Buya Syafii Ma'arif," katanya.