Diskominfo Jabar Doxing Aktivis Perempuan: Tak Niat Publikasikan

- Neni Nur Hayati melaporkan serangan doxing yang dialaminya selama dua hari terakhir, serta mengungkapkan kronologi serangan sejak bulan Mei 2025.
- Neni tak menyebut secara eksplisit nama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam video kritiknya terhadap kepala daerah terpilih pada Pemilihan Serentak 2024.
- Neni menyayangkan unggahan akun resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengunggah fotonya tanpa seizinnya dan menafsirkan secara sepihak.
Bandung, IDN Times - Aktivis demokrasi Neni Nur Hayati melaporkan dirinya mendapatkan serangan yang disebutnya mengancam kebebasan berpendapat berupa doxing, hingga muncul di akun digital resmi Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jawa Barat.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat Mas Adi Komar mengatakan, tidak bermaksud mempublikasikan identitas seseorang ke publik lewat unggahan yang dilakukan pihaknya.
"Konten kami tidak bermaksud demikian, tapi untuk diseminasi informasi bagi publik. Di antaranya anggaran dan dokumen melalui kanal PPID dan website sesuai aturan perundangan yang berlaku," kata Adi secara singkat dikutip dari ANTARA, Jumat (18/7/2025).
1. Sudah pada serangan dari dua bulan lalu

Neni yang merupakan Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia ini, menceritakan serangan tersebut dialaminya sedikitnya dalam waktu dua hari terakhir tertanggal 15-16 Juli 2025, dalam akun digital instagram @neni1783 dan akun tiktok @neninurhayati36 yang tidak ada hentinya.
"Saya juga mendapatkan informasi dari teman wartawan di salah satu media, bahwa foto saya juga muncul di akun resmi Diskominfo Jabar dengan kolaborasi akun jabarprovgoid, humas_jabar, dan jabarsaberhoaks yang membahas terkait dengan anggaran belanja media," kata Neni.
Neni mengatakan, alih-alih memberikan ruang untuk kebebasan berpendapat, hal yang terjadi ini justru mematikan ruang kebebasan itu dengan tindakan represif, padahal Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun melangkah dari runtuhnya rezim otoriter Orde Baru.
"Seharusnya pemerintah menyadari bahwa masyarakat sipil adalah pilar demokrasi yang kuat dalam membangun peradaban bangsa seperti yang disebut Alexis de Tocqueville (1835) yang menyebut masyarakat sipil sebagai fondasi demokrasi, serta Daron Acemoglu dan James A Robinson (2020) yang mengatakan pentingnya keseimbangan antara kekuatan negara dan masyarakat," ujarnya.
Neni menceritakan kronologi dirinya mendapat serangan-serangan tersebut, diawali pada tanggal 5 Mei 2025 dirinya membuat unggahan terkait dengan bahaya buzzer yang dapat mengancam demokrasi dan eksistensi negara melalui akun pribadi dengan link tiktok https://vt.tiktok.com/ZSBGyTLvu/.
Sebagai pemilik akun, Neni mengatakan unggahannya tersebut hanya meneruskan informasi yang disampaikan oleh data kompas terkait dengan "Buzzer Mengepung Warga", "Menyelisik Jejak Para Buzzer, dari Kosmetik sampai Politik", "Buzzer Politik Pemborosan Anggaran dan Alat Propaganda yang Mengancam Demokrasi" serta "Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas".
"Tujuan saya tidak lain untuk melakukan edukasi publik dan mengingatkan kepada para kepala daerah untuk tidak melakukan pencitraan dengan berlebihan dan melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan serta tidak mengerahkan buzzer untuk melakukan penyerangan kepada aktivis yang kritis terhadap kebijakan publik dengan mengutip juga pemikiran John F Kennedy dan Buya Syafii Ma'arif," katanya.
2. Neni tak eksplisit sebut nama Dedi Mulyadi

Neni menegaskan dalam video tersebut, dirinya sama sekali tidak menyebut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara khusus, karena video tersebut ditujukan untuk seluruh kepala daerah yang terpilih pada Pemilihan Serentak 2024, meski dirinya juga sadar dalam beberapa videonya mengkritik kebijakan Dedi Mulyadi.
"Tetapi juga dalam video lain ada pula (kebijakan Dedi Mulyadi) yang saya apresiasi. Saya kira ini adalah hal yang wajar. Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya. Selain Kang Dedi, tentu ada banyak pejabat publik lainnya yang saya juga kritik melalui akun tiktok tersebut," ucapnya.
Dia menegaskan dirinya hanya memberikan penekanan tentang pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan yang sangat krusial, harus disertai dengan kajian akademis secara komperhensif dan data yang mendukung dengan transparan dan akuntabel serta tidak serampangan.
Dan pada tanggal 16 Juli 2025, Neni mengaku cukup kaget mendapatkan informasi dari beberapa wartawan media, di mana postingan lama dalam akun tiktoknya ada di akun resmi beberapa media milik Pemprov Jawa Barat (link : https://www.instagram.com/reel/DMJpANzzZK0/?igsh=aXBxdjl5NHB2Zmxq), yang mendapatkan ribuan like dan ratusan komentar sejauh ini.
"Selain itu, sudah dua hari akun instagram dan tiktok saya banjir hujatan dengan kata-kata kasar secara bertubi-tubi dan tidak ada hentinya. Saya berupaya merespon dengan baik, namun akun-akun tersebut melakukan tindakan yang lebih brutal," tutur dia.
3. Sayangkan unggahan akun resmi pemerintah

Neni mengatakan dirinya sangat menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengunggah fotonya tanpa seizinnya, dan menafsirkan secara sepihak, menghakimi serta menyebarluaskan melalui akun resmi Diskominfo.
"Pembungkaman yang dialami oleh saya secara pribadi dengan pengintaian kegiatan di media sosial, peretasan akun, menjadi pertanda jatuhnya demokrasi, naiknya otoritarianisme dan semakin berada di persimpangan jalan. Saya tentu berharap negara sebagai pemegang otoritas hukum dan pembuat kebijakan masih membuka ruang untuk kebebasan berpendapat dan memberikan perlindungan hak berkumpul, berserikat dan berpendapat," tutur dia.