Ilustrasi tempat wisata edukasi. (Pixabay.com/wal_172619)
Imron mengatakan, pelarangan aktivitas sekolah harus memiliki dasar hukum yang kuat. Tanpa itu, keputusan dinas berpotensi digugat atau dianggap tidak sah oleh sekolah maupun masyarakat.
“Kami tidak ingin membuat kebijakan yang nantinya malah berujung konflik. Kalau memang akan dilarang, harus ada peraturan tertulis dari provinsi yang bisa kami jadikan pedoman,” terang Agus.
Ia juga menegaskan, pihaknya telah menyampaikan imbauan agar sekolah lebih selektif dalam menyelenggarakan kegiatan di luar kelas, termasuk study tour. Namun, tidak ada larangan formal yang ditetapkan.
Sementara itu, kebijakan yang diluncurkan Gubernur Dedi Mulyadi sejatinya berangkat dari keprihatinan. Ia menyebut bahwa praktik study tour kerap menjelma menjadi kegiatan rekreatif yang memberatkan orang tua siswa.
Tak jarang, biaya yang dibebankan kepada peserta melampaui batas kemampuan ekonomi keluarga.
Tak hanya soal beban biaya, aspek keselamatan siswa juga menjadi perhatian utama. Beberapa kasus kecelakaan dalam perjalanan study tour di berbagai daerah menjadi alarm bagi pemerintah untuk meninjau ulang urgensi kegiatan ini.