(IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Menyikapi hal ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, mencatat ada sebanyak 37 orang anak turut ditangkap oleh pihak kepolisian selama aksi yang digelar dari 29-31 Agustus 2025 itu. Padahal, mereka sendiri memiliki hak untuk berpendapat, berkumpul, dan berekspresi.
"Itu dimiliki setiap orang, khususnya anak-anak, tentunya anak-anak di bawah umur juga mempunyai hak tersebut, hak berpendapat, hak berekspresi, hak berkumpul dan sebagainya," ujar Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan, LBH Bandung, Rafi Saiful saat dikonfirmasi, Jumat (5/9/2025).
Anak-anak di bawah umur yang kebanyakan berstatus pelajar mengikuti aksi kemarin, dirasakannya datang dari sikap kritis, dan mereka punya hak mengikuti aksi dan itu harus dilindungi oleh aparat.
"Jadi apa anak-anak di bawah umur seharusnya pertama negara harus menjamin negara dalam hal ini baik pemerintah kepolisian aparat, negara harus menjamin hak-hak teman-teman pelajar," kata Rafi.
LBH Bandung pun menyoroti tindakan penangkapan dari pihak kepolisian yang cenderung tidak mengedepankan peraturan yang berlaku. Para peserta aksi termasuk anak di bawah umur ini ditangkap, tanpa ada pendampingan hukum yang mana hal tersebut harusnya dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Seharusnya, pada saat dilakukan penangkapan kemudian diperiksa di kepolisian teman-teman yang ditangkap serta aksi yang ditangkap itu punya hak terkait bantuan hukum dalam hal ini pendampingan hukum," ujarnya.
Rafi mengatakan, Polda maupun Polrestabes sebagai lembaga negara, seharusnya memberikan akses bantuan hukum atau pendampingan hukum pada saat pemeriksaan awal pada saat massa aksi ditangkap. Namun yang terjadi saat ini pada aksi kemarin mereka langsung diamankan.
Meski pada akhirnya aksi berkahir dengan ricuh, LBH Bandung menilai aparat harus bekerja secara proposional dan profesional dalam menangkap dalam kesusahan. Sebab, para murid yang diamankan ini belum tentu sebagai aktor kericuhan.
"Tentunya kepolisian, aparat-aparat negara harus proporsional melakukan tindakan di lapangan. Karena tidak semua peserta aksi melakukan dugaan tindak pidana. Kami melihat banyak fenomena seperti misal penangkapan acak, terus represif, kemudian brutalitas masih dilakukan," ucap Rafi.
"Contohnya seperti ini, kejadian di Unpas dan dan di Unisba. Di mana kepolisian atau dalam hal ini aparat itu menembakkan gas air mata ke wilayah kampus," kata dia.
Sementara, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian HAM (Kemenham) Jawa Barat pun irit dalam memberikan penjelasan mengenai penindakan aparat terhadap para murid yang ditangkap ini apakah ada dugaan melanggar HAM. Kepala Kanwil Kemenham Jabar, Hasbullah Fudail memastikan untuk oknum perusuh tetap diproses hukum.
"Mahasiswa dan pelajar aksu demo dibebaskan yang rusuh alias kriminal tetap diproses," ucap Hasbullah.
Saat IDN Times kembali menegaskan apakah, prosedur penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini sesuai prosedur, Hasbullah tidak menjawab secara substansi, hanya mengatakan harus ada regulasi unjuk rasa yang humanis.
"Sekarang perlu dibuat regulasi, menggagas unjuk rasa yang humanis," ucapnya.