Dedi mengatakan, ada beberapa potensi di Jawa Barat yang menjadi pembangkit tenaga listrik. Misalnya di Jatiluhur, Cirata, dan Saguling yang menghasilkan listrik. Namun, seluruh energi yang dihasilkan ditampung terlebih dahulu di PLN.
"Itu ada di Jawa Barat namun di tampung di PLN. Ketika satu kutub mati jadi semua mati terdampak, saya ini menjadi bingung," kata Dedi, saat dihubungi Selasa (6/8).
Lebih lanjut kata Dedi, sistematis pengelolaan listrik bisa di maksimal dengan potensi yang ada di sekitar, artinya potensi tenaga listrik dari sungai kecil atau embung yang ada di sekitar lingkungan atau suatu daerah bisa dialiri listrik ke rumah yang ada di sekitar daerah tersebut dengan cara mandiri.
"Sementara listrik yang menerangi Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat misalnya bisa jadi tak ada kaitannya dengan pembangkit listrik yang dekat dengan rumahnya. Itulah sentralisasi pengelolaan ketenagalistrikan. Ketika satu kutub mati, semuanya terguncang," ucapnya.
Kendati demikian Dedi menjelaskan, sungai besar dapat digunakan untuk produksi listrik skala besar. Kerusakan pada satu instalasi tempat tidak akan berdampak pada tempat yang lainnya, karena mereka dialiri dan dihidupi dari seluruh energi yang ada di lingkungannya.
"Dapat dipastikan kita mendapatkan listrik yang murah dan tidak mengalami gangguan masal. Karena setiap daerah mengelola sistem kelistrikannya sendiri sesuai dengan sumber daya listrik di wilayahnya," ucap dia.