Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dedi Mulyadi Soroti Tata Ruang Cirebon yang Lupakan Identitas Budaya

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Cirebon diminta melakukan pembenahan total terhadap tata ruang wilayahnya. Desakan itu datang langsung dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat menghadiri sidang paripurna peringatan Hari Jadi ke-543 Kabupaten Cirebon di Gedung DPRD beberapa waktu lalu.

Menurutnya, penataan ruang yang ada saat ini belum mencerminkan identitas sejarah dan budaya lokal Cirebon yang begitu kaya.

“Cirebon ini punya ciri khas yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Tapi kalau tata ruangnya terus seperti ini, lama-lama yang khas itu akan hilang,” ujar Dedi.

Dedi menyebut, kekayaan Cirebon bukan hanya soal lokasi geografis yang strategis atau potensi ekonomi yang besar, tetapi terletak pada warisan budayanya yang telah mengakar sejak zaman kerajaan.

Mulai dari arsitektur bangunan khas, tradisi Islam pesisir, hingga keraton, batik, dan kuliner yang punya daya pikat tinggi. Sayangnya, nilai-nilai ini dianggapnya belum menjadi acuan utama dalam pembangunan fisik di wilayah tersebut.

“Bangunan-bangunan di pusat kota bahkan desa-desa harus kembali ke roh Kacirebonan. Bukan malah jadi seperti kota baru yang kehilangan akar sejarahnya,” tegasnya.

1. Dorongan Perda Arsitektur khas Cirebon

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat berkunjung ke Kota Bogor, Senin (14/4/2025). (Humas Pemkot Bogor).

Salah satu usulan konkret yang disampaikan Gubernur Dedi adalah penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Arsitektur Budaya Cirebon. Perda ini diharapkan mengatur bentuk, gaya, dan pola pembangunan yang serasi dengan karakter lokal.

Hal ini ia contohkan dengan kesuksesan Bali menjaga konsistensi arsitektur budayanya sebagai kekuatan pariwisata dan ekonomi.

“Lihat Bali, dia bisa kuat karena semuanya tertata dengan pendekatan budaya. Kita di Cirebon jangan kalah. Kita punya lebih banyak unsur budaya yang bisa dihidupkan kembali,” ucapnya.

Menurut Dedi, tata ruang bukan hanya urusan jalan atau kawasan perumahan, tetapi menyangkut bagaimana kota dibentuk oleh nilai. Ia menyebut, pembangunan berbasis budaya akan menciptakan rasa memiliki di masyarakat sekaligus menarik minat wisatawan.

2. Kuliner harus ditata, bukan hanya dikenal

Empal Gentong Haji Apud

Dedi juga menyoroti sektor kuliner Cirebon yang kini tengah naik daun secara nasional. Ia menilai potensi ini besar, namun masih terkendala dari sisi penataan dan estetika penyajian.

Banyak makanan khas Cirebon dikenal masyarakat, seperti empal gentong, nasi lengko, atau tahu gejrot, tetapi tempat makannya kerap tidak mencerminkan citra kota budaya.

“Cita rasanya sudah luar biasa. Tapi kalau tempatnya masih semrawut, kesan budaya itu tidak sampai. Harus ada kawasan kuliner yang didesain serius,” katanya.

Gubernur meminta agar pemerintah daerah membuat standar desain untuk outlet makanan khas, termasuk penataan kawasan kuliner yang menyatu dengan narasi sejarah kota. Desain tempat makan, menurutnya, harus mampu menghadirkan suasana khas Kacirebonan, bukan sekadar tempat mengisi perut.

3. Tantangan sosial: geng motor dan miras

alkohol yang dapat menimbulkan kecanduan. Sumber = Freepik.com

Di balik potensi besar itu, Dedi juga menyoroti sejumlah masalah sosial yang menurutnya merusak wajah Cirebon sebagai kota budaya. Ia menyebut maraknya geng motor, penggunaan knalpot bising, minuman keras, dan penyalahgunaan obat-obatan menjadi tantangan nyata yang belum terselesaikan.

Menurutnya, perlu keberanian dari pemerintah daerah untuk hadir secara tegas dan langsung. Ia menyerukan sinergi antara Pemkab Cirebon, kepolisian, dan tokoh masyarakat untuk menangani problem ini dengan pendekatan yang kuat namun adil.

"“Percuma kita bicara budaya kalau di jalanan geng motor merajalela, orang mabuk bebas, dan masyarakat tidak merasa aman,” katanya.

Dedi mengajak Bupati dan DPRD Kabupaten Cirebon untuk segera merealisasikan perubahan tata ruang yang berakar pada sejarah dan budaya.

Ia berharap sinergi antara pemerintah daerah dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa menghasilkan langkah nyata, bukan hanya wacana.

“Cirebon ini kadang terlalu banyak bicara konsep. Sekarang waktunya bicara realisasi. Kita ubah kota ini jadi wajah budaya Jawa Barat yang bisa dibanggakan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya menjaga situs sejarah, sungai, dan ekosistem lokal sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. Menurutnya, dengan narasi budaya kuat, Cirebon bisa menjadi kota yang bukan hanya menarik secara visual, tetapi juga kokoh secara ekonomi.

Share
Topics
Editorial Team
Hakim Baihaqi
Yogi Pasha
Hakim Baihaqi
EditorHakim Baihaqi
Follow Us