Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berbincang dengan sejumlah siswa saat meninjau program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). (ANTARA FOTO/Abdan Syakura)

Cirebon, IDN Times - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan kekecewaannya atas banyaknya keluhan publik soal jalan rusak di Kabupaten Cirebon yang justru diarahkan padanya.

Ia menyebut kritik tersebut salah alamat, karena tanggung jawab jalan kabupaten bukanlah di tangan gubernur.

1. Gubernur yang disalahkan: "Saya bukan tukang sapu masalah daerah"

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi. (IDN Times/Amir Faisol)

Dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Jawa Barat yang digelar di Kota Cirebon, Rabu (7/5/2025), Gubernur Dedi Mulyadi meluapkan unek-uneknya di hadapan para kepala daerah.

Ia mengaku heran mengapa masyarakat Cirebon justru menyalahkan dirinya atas rusaknya jalan-jalan kabupaten, padahal perbaikan infrastruktur tersebut merupakan kewenangan bupati.

“Baru dua bulan saya jadi gubernur, sudah dituduh macam-macam. Jalan rusak di Cirebon katanya karena gubernurnya bukan ‘bapak aing’. Saya dianggap seperti orang asing, padahal tanggung jawabnya jelas ada di pemerintah kabupaten,” kata Dedi, dengan nada meninggi.

Menurutnya, sistem pemerintahan daerah di Indonesia telah menetapkan pembagian tanggung jawab atas infrastruktur.

Jalan kabupaten menjadi tanggung jawab bupati/wali kota, sedangkan pemerintah provinsi hanya mengurusi jalan provinsi.

Dedi merasa dirinya diposisikan seperti “tukang sapu”, yang harus membersihkan semua masalah meski bukan bagian dari kewenangannya.

2. Kritik asal dan salah sasaran

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dedi Mulyadi tidak menolak kritik. Bahkan, ia mengaku siap menerima masukan jika itu menyangkut tugas dan wewenangnya sebagai gubernur. Namun, ia menyayangkan budaya menyalahkan tanpa memahami struktur pemerintahan yang berlaku.

“Kalau mau kritik saya, silakan. Tapi kritiklah karena saya malas bekerja, atau karena saya terlalu sering ke luar negeri, atau menggunakan anggaran untuk hal yang tidak berdampak pada masyarakat. Jangan karena jalan rusak yang bukan tugas saya,” ujarnya, tegas.

Ia menyayangkan, kritik publik saat ini lebih banyak berlandaskan emosi, bukan data. Masyarakat, menurutnya, terlalu cepat menyimpulkan bahwa semua masalah di daerah adalah tanggung jawab gubernur, tanpa membedakan antara urusan kabupaten, provinsi, dan pusat.

Dedi juga menyinggung bagaimana media sosial kerap menjadi ruang yang membentuk opini tanpa konfirmasi.

“Ada jalan rusak, langsung unggah ke Instagram. Gubernur disalahkan. Padahal setelah dicek, itu jalan kabupaten,” ujar pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM)

3. Tanggung jawab pemerintah kabupaten dan peran provinsi

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dalam pernyataannya, Dedi menegaskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tetap siap membantu perbaikan jalan di kabupaten mana pun, termasuk Cirebon.

Namun, bantuan itu hanya akan diberikan jika ada pengajuan resmi dan perencanaan yang matang dari pemerintah kabupaten.

“Ajukan proposal, sertakan rencana teknis dan anggaran, maka kami siap bantu. Tapi jangan semua dilimpahkan ke provinsi, seolah bupati tidak punya peran. Ini bukan soal politik, tapi soal tata kelola,” katanya.

Dedi berharap para kepala daerah di kabupaten/kota tidak serta merta menghindari tanggung jawab ketika tekanan publik datang. Ia mengajak para bupati untuk berdiri di depan, menjelaskan kepada masyarakat tentang batas-batas kewenangan dan solusi yang sedang disiapkan.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kolaborasi antarlevel pemerintahan adalah kunci dalam menyelesaikan persoalan infrastruktur. Tanpa komunikasi yang baik antar pemerintah kabupaten dan provinsi, maka masyarakat akan terus menjadi korban disinformasi dan saling menyalahkan antar pejabat akan terus terjadi.

Selain jalan rusak, Dedi mengungkapkan, masih banyak persoalan yang luput dari perhatian publik. Ia menyebut tawuran pelajar, sungai tercemar, hingga kecanduan game online sebagai isu yang justru lebih mengkhawatirkan tetapi jarang menjadi sorotan.

“Anak-anak tidur jam 04.00 WIB karena main Mobile Legends. Banyak yang mabuk di jalanan. Sungai-sungai di kampung penuh limbah, tapi yang jadi viral hanya jalan berlubang. Harusnya ini juga dikritisi,” ujar Dedi.

Ia mendorong masyarakat untuk lebih jeli dan adil dalam mengkritik. Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang terbuka terhadap masukan, tetapi masyarakat pun harus bertanggung jawab dengan menyampaikan kritik secara proporsional.

Editorial Team