Dedi Mulyadi di Gedung KPK pada Senin (19/5/2025). (dok. Humas KPK)
Diketahui, Dedi Mulyadi sendiri memang mengeluarkan Surat Edaran (SE) dengan nomor: 43/PK.03.04/KESRA. Surat ini berisi tentang sembilan langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya dengan dasar, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, Surat Edaran Nomor 64/PK.01/KESRA tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan.
Terkahir, SE ini mengacu pada Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Nomo 23/DG.02.02.01/PEMOTDA dan KERMA/11/II/2025 tanggal 14 Maret 2025 tentang Sinergi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Manunggal Karya Bakti Skala Besar Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat.
Dalam SE ini, Dedi Mulyadi memberikan beberapa larangan yang diklaimnya bertujuan untuk membangun karakter peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah di wilayah Provinsi Jawa Barat menuju terwujudnya Gapura Panca Waluya.
Hal itu berarti peserta didik di Jabar harus Cageur (sehat), Bageur (baik), Bener (benar), Pinter (pintar), tur Singer (dan gesit). Seluruh kabupaten dan kota di Jabar diminta untuk memenuhi harapan sang gubernur dengan sembilan poin.
Dalam poin pertama, Dedi menginginkan agar adanya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta tersedianya toilet peserta didik di dalam kelas, untuk menunjang aktivitas dan proses belajar, sehingga terwujud lingkungan pendidikan yang baik bagi tumbuhnya Generasi Panca Waluya.
"Peningkatan mutu dan kualitas guru yang adaptif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta memahami arah dan tujuan pendidikan secara paripurna, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya," ujar Dedi dikutip dalam SE, Sabtu (3/5/2025).
Dedi kemudian melarang agar sekolah membuat kegiatan piknik, yang dibungkus dengan kegiatan study tour, yang memiliki dampak pada penambahan beban orangtua, dan meminta kegiatan tersebut bisa diganti dengan berbagai aktivitas berbasis inovasi.
"Seperti mengelola sampah secara mandiri di lingkungan sekolah, mengembangkan sistem pertanian organik, aktivitas peternakan, perikanan dan kelautan, serta meningkatkan wawasan dunia usaha dan industri," katanya.
Sekolah kata Dedi, dilarang membuat kegiatan wisuda pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan menengah.
"Kegiatan tersebut hanya seremonial yang tidak memiliki makna akademik bagi perkembangan pendidikan di Indonesia," katanya.
Untuk menyongsong pemberlakuan program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara merata, Dedi pun mengharuskan setiap peserta didik diharapkan dapat membawa bekal makanan ke sekolah, mengurangi uang jajan, serta mendorong peserta didik untuk menabung sebagai bekal dan lahan investasi di masa depan.
Peserta didik yang belum cukup umur dilarang menggunakan kendaraan bermotor, serta mengoptimalkan penggunaan angkutan umum, atau berjalan kaki dengan jangkauan sesuai dengan kemampuan fisik peserta didik.
"Untuk peserta didik di daerah terpencil, diberikan toleransi sebagai upaya untuk memudahkan daya jangkau peserta didik dari rumah menuju ke sekolah," kata Dedi.