(IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Diketahui, tarif Trump ini juga akan berdampak kepada industri padat karya di Jawa Barat. Gubernur Dedi Mulyadi memastikan sudah menyiapkan stimulus untuk menyelamatkan industri padat karya di Jabar.
"Oh iya, kan kita sudah ada stimulus-stimulus yang nanti akan kamk buat, saya meyakini betul industri padat karya akan bertahan di Jawa Barat," ujar Dedi Mulyadi, Selasa (8/4/2025).
Pemerintah Provinsi Jabar, kata dia, saat ini tengah membangun percepatan regulasi perizinan untuk industri-industri padat karya.
"Termasuk nanti kami akan berdiskusi juga dengan pemerintahan pusat agar mereka terlindungi dengan baik," katanya.
Sementara itu, kebijakan itu juga diprediksi berdampak pada neraca perdagangan atau ekspor Jabar ke Amerika Serikat yang tumbuh positif dalam beberapa tahun ke belakang atau sebelum tarif baru ini diberlakukan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Nining Yuliastiani mengatakan, dalam kurun waktu 2022-2024 neraca perdagangan Jawa Barat terhadap Amerika Serikat mengalami surplus.
"Terbesar pada 2022, dan pada tahun 2024 nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan tahun 2023," ujar Nining.
Berdasarkan data BPS, pada 2022, surplus perdagangan Jabar terhadap AS mencapai USD7.005.016 juta, sementara ekspornya mencapai USD7.458.617 juta, dan impor hanya USD 453.600 ribu.
Kemudian, pada 2023, surplus perdagangan mencapai USD5.717.712 juta, ekspor USD6.234.729 juta, dan impor USD517.017 ribu. Sementara, di tahun 2024, surplus USD5.898.263 juta, ekspor USD6.338.122 juta, dan impor hanya USD439.859 ribu.
Nining khawatir, tarif baru tersebut nantinya akan membuat nilai impor meningkat dibandingkan ekspor ke AS, dan akhirnya membuat permintaan menurun.
"Permintaan terhadap produk Indonesia di AS bisa menurun, terutama pada sektor tekstil, alas kaki, dan otomotif. Sedangkan, Jabar merupakan provinsi yang mempunyai potensi ekspor di sektor tersebut," katanya.
Selain itu, Indonesia berpotensi besar akan dibanjiri produk impor, karena menjadi target negara pesaing yang terkena tarif masuk lebih tinggi ke pasar Amerika Serikat. Kendati demikian, Nining mengungkapkan ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan.
Hal ini, dikarenakan, kata Nining, barang asal Indonesia atau Jawa Barat khususnya masuk ke Amerika Serikat yang dikenakan tarif sebesar 32 persen, bisa mempunyai daya saing di pasar AS karena lebih rendah dari China yang terkena tarif (awalnya) 34 persen.
"Bahkan lebih kecil dari Thailand sebesar 36 persen atau Srilangka yang terkena 44 persen, Vietnam yang terkena 46 persen, dan Kamboja yang terkena 49 persen," ucapnya.