Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi APBD (IDN Times)
Ilustrasi APBD (IDN Times)

Intinya sih...

  • Dinas PUTR jadi sorotan, proyek fisik belum tuntas

  • Administrasi rumit hambat realisasi belanja

  • Risiko SiLPA dan tantangan fiskal ke depan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon masih menahan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,48 triliun hingga akhir Oktober 2025. Padahal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendesak pemerintah daerah mempercepat belanja daerah.

Berdasarkan laporan dari Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), tingkat realisasi belanja baru menyentuh 68,23 persen dari total pagu Rp4,65 triliun.

Sementara itu, pendapatan daerah justru menunjukkan progres lebih cepat, dengan capaian Rp3,54 triliun atau 77,44 persen dari target Rp4,57 triliun.

Kondisi ini mengindikasikan ketimpangan antara penerimaan dan pengeluaran daerah, sehingga dana publik menumpuk tanpa memberi dampak langsung bagi masyarakat.

1. Dinas PUTR jadi sorotan, proyek fisik belum tuntas

ilustrasi APBD (IDN Times/Aditya Pratama)

Bupati Cirebon, Imron Rosyadi, mengakui rendahnya serapan anggaran disebabkan oleh keterlambatan pengerjaan proyek fisik di sejumlah perangkat daerah.

Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) menjadi sorotan utama karena baru merealisasikan 40,32 persen dari total pagu Rp289,45 miliar.

“Sebagian besar kegiatan konstruksi masih berjalan. Kami sudah instruksikan percepatan agar penyelesaiannya optimal sebelum Desember,” kata Imron, Rabu (12/11/2025).

Selain PUTR, serapan rendah juga terjadi di Dinas Sosial (55,39 persen), Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (55,18 persen), serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (58,69 persen).

Sementara kinerja yang relatif stabil terlihat pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (66,04 persen), Dinas Lingkungan Hidup (64,95 persen), dan Dinas Pertanian (64,23 persen).

2. Administrasi rumit hambat realisasi belanja

Ilustrasi APBD (dok. istimewa)

Imron menjelaskan lambannya penyerapan anggaran pada triwulan III dan IV disebabkan oleh kerumitan proses administrasi, revisi kegiatan, serta penyesuaian teknis di lapangan.

Menurutnya, percepatan realisasi anggaran membutuhkan sinergi lintas perangkat daerah agar tidak terjebak pada rutinitas birokrasi yang memperlambat pembangunan.

“Kami tetap optimistis serapan bisa mencapai 90% pada akhir tahun,” ujarnya.

Namun, para pengamat fiskal mengingatkan efisiensi belanja tidak selalu berarti kinerja baik jika disebabkan oleh tertundanya proyek dan lemahnya pelaksanaan program. Banyak proyek yang akhirnya dikebut menjelang tutup tahun, sehingga rawan menurunkan mutu pekerjaan dan akuntabilitas.

3. Risiko SiLPA dan tantangan fiskal ke depan

ilustrasi uang (unsplash.com/JakubZerdzicki)

Hingga Oktober 2025, selisih antara pendapatan dan belanja daerah mencapai Rp366,3 miliar. Jika dihitung secara keseluruhan, dana yang belum terserap dari pagu APBD mencapai Rp1,48 triliun.

Kondisi ini diperkirakan akan menambah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) pada akhir tahun, sebagaimana yang terjadi dalam dua tahun terakhir.

Dari sisi pendapatan, dana transfer pusat masih menjadi penyumbang terbesar, diikuti oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cenderung stagnan dibanding tahun sebelumnya.

Situasi ini memperlihatkan struktur fiskal Kabupaten Cirebon masih sangat bergantung pada dana pusat, sementara potensi PAD belum tergarap maksimal.

Jika pola serapan rendah terus berulang, maka daya dorong fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah akan melemah.

Pemerintah daerah dituntut bukan hanya menjaga efisiensi, tetapi memastikan setiap rupiah APBD benar-benar berputar di masyarakat, bukan sekadar mengendap di rekening kas daerah.

Editorial Team