Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi sekolah (freepik.com/Odua)
Ilustrasi sekolah (freepik.com/Odua)

Intinya sih...

  • Indramayu tertinggal di pendidikan, Kuningan kuasai aspek kesehatan

  • Indramayu menghadapi tantangan pendidikan paling besar dengan RLS terendah.

  • Kuningan menunjukkan performa kesehatan stabil dan tertinggi kedua setelah Kota Cirebon.

  • Majalengka juga mengalami peningkatan serupa dengan proyeksi UHH mencapai 75,32 tahun.

  • Kota Cirebon jadi pusat kemajuan pendidikan kawasan

  • Kota Cirebon memiliki karakteristik berbeda dengan konsentrasi perguruan tinggi dan akses pendidikan swasta yang tinggi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat merilis perkembangan komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2022–2025 untuk seluruh kota dan kabupaten di provinsi ini.

Data tersebut menunjukkan adanya kesenjangan cukup lebar antara Kota Cirebon dan empat daerah lain di kawasan Ciayumajakuning, terutama pada aspek pendidikan.

Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus, menyampaikan, perkembangan positif tetap terlihat di semua daerah, namun laju peningkatannya tidak merata.

“Seluruh kabupaten dan kota menunjukkan tren naik, tetapi gap antarwilayah justru semakin terlihat jelas. Pendidikan menjadi faktor yang paling membedakan,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Dalam data terbaru, Kota Cirebon mencatat harapan lama sekolah (HLS) tertinggi mencapai 13,46 tahun pada 2025, meningkat cukup signifikan dari 13,28 tahun pada 2022. Sementara itu, kabupaten lain di Ciayumajakuning masih bergerak di kisaran 12,11–12,35 tahun.

1. Indramayu tertinggal di pendidikan, Kuningan kuasai aspek kesesehatan

Ilustrasi sekolah (freepik.com/ freepic.diller)

Darwis menjelaskan Indramayu menjadi daerah dengan tantangan pendidikan paling besar. Rata-rata lama sekolah (RLS) wilayah tersebut hanya naik dari 7,59 tahun pada 2022 menjadi 7,88 tahun pada 2025, menjadikannya yang terendah di Ciayumajakuning.

“Indramayu masih menghadapi persoalan struktural. Komposisi pekerja agraris yang dominan membuat partisipasi sekolah menengah belum optimal,” kata Darwis.

Di sisi lain, Kuningan menunjukkan performa kesehatan yang stabil dan berada di level atas. Umur Harapan Hidup (UHH) daerah tersebut diproyeksikan naik dari 74,67 tahun pada 2022 menjadi 75,64 tahun pada 2025, tertinggi kedua setelah Kota Cirebon.

Majalengka pun mengalami peningkatan serupa dengan proyeksi UHH mencapai 75,32 tahun, dan kenaikan RLS secara bertahap menuju 8,27 tahun.

Kabupaten Cirebon berada pada posisi menengah, dengan indikator pendidikan yang tumbuh tetapi belum menembus level tinggi seperti Kota Cirebon.

2. Kota Cirebon jadi pusat kemajuan pendidikan kawasan

Ilustrasi sekolah (freepik.com/freepik)

Darwis menekankan, Kota Cirebon memiliki karakteristik berbeda dibandingkan empat daerah lainnya.

Konsentrasi perguruan tinggi, akses pendidikan swasta, serta mobilitas penduduk yang tinggi membuat indikator pendidikan berada jauh di atas rata-rata Ciayumajakuning.

Dalam data BPS, Rata-Rata Lama Sekolah Kota Cirebon mencapai 10,54 tahun pada 2025, terpaut lebih dari dua tahun dari kabupaten di sekitarnya.

“Ini menunjukkan adanya pusat pertumbuhan pendidikan yang tidak merata. Kota Cirebon menjadi magnet bagi penduduk usia sekolah, sementara kabupaten sekitarnya menghadapi hambatan akses dan ekonomi,” jelas Darwis.

Ia menambahkan, pergerakan indikator pendidikan Kota Cirebon tergolong stabil dan mengindikasikan kesiapan masuk kategori pembangunan manusia tinggi jika peningkatan tersebut terus berlanjut.

3. Tantangan pemerataan pembangunan manusia di Ciayumajakuning

Ilustrasi sekolah (pexels.com/Julia M Cameron)

BPS menilai, meskipun kenaikan indikator terlihat di seluruh daerah, tantangan terbesar Ciayumajakuning adalah ketimpangan internal antarwilayah.

Kota Cirebon tumbuh jauh lebih cepat, sementara Indramayu, Kuningan, dan Kabupaten Cirebon masih bergerak moderat.

Darwis mengatakan bahwa kondisi ini perlu disikapi pemerintah daerah dengan intervensi yang tepat, terutama pada pendidikan menengah, penurunan putus sekolah, serta akses kesehatan di daerah pinggiran.

“Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Ini cermin dari bagaimana kesempatan penduduk untuk hidup sehat, berpendidikan, dan produktif masih belum setara,” ujarnya.

BPS berharap 2025 menjadi momentum harmonisasi kebijakan pembangunan manusia di Ciayumajakuning. “Jika kabupaten-kabupaten ini mampu mengejar ketertinggalan, kawasan Ciayumajakuning berpotensi menjadi poros pembangunan manusia baru di Jawa Barat,” tutup Darwis.

Editorial Team