Bandung, IDN Times - Keberhasilan para pelaku industri kue rumahan sangatlah bergantung pada bahan baku yang mereka gunakan. Sebagian besar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memproduksi jajanan pasar tradisional, seperti apem, surabi, nagasari, kue lapis pelangi, pancong, cucur dan putu ayu, sangat mengandalkan bahan baku untuk mempertahankan kualitas produknya. Salah satu bahan baku yang menjadi andalan adalah tepung beras.
Semua UMKM kue tradisional yang berada di Kota Bandung dan Cimahi, Jawa Barat, memilih tepung beras kemasan bermerek sebagai bahan andalan para pelaku usaha industri kue rumahan itu. Namun, tepung beras kemasan bermerek yang dibuat dari beras pecah impor tersebut, kini mulai dibatasi bahan bakunya.
Para pembuat dan pedagang kue tradisional, seperti surabi, talam, nagasari dan lapis pelangi mengaku, tepung beras kemasan bermerek jadi pilihan karena kualitasnya jauh lebih unggul, karena dari segi tekstur, rasa dan tampilan. Hal ini karena sangat mempengaruhi pendapatan usaha mereka, jika dibanding menggunakan tepung beras giling berbahan dasar beras lokal.
“Kalau yang tepung beras kemasan warnanya lebih putih. Setelah adonannya matang, saat dimakan rasanya lebih lembut dan berpori bagus, seperti bika ambon. Kalau tepung giling (beras lokal) warnanya kuning dan hasil akhirnya lebih lembek. Secara takaran sama, tapi mengembangnya beda sekali,” ujar salah satu pedagang serabi, Afwa Latifah, melalui siaran pers diterima IDN Times, Minggu (14/12/2025).
Menurut wanita 35 tahun tersebut, perbedaan kualitas antara tepung beras kemasan bermerek dengan tepung beras giling yang sudah terlihat jelas sejak adonan pertama kali dicampur.
