Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-11-11 at 08.20.35_ce79d00b.jpg
IDN Times/Dok.Kementerian ESDM

Intinya sih...

  • Pengawasan ketat jadi kunci tata kelola tambang yang berkeadilan

  • Penegakan hukum tak boleh ‘Masuk Angin’

  • Skema WPR jadi langkah strategis cegah tambang ilegal

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Komitmen Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk memberantas korupsi di sektor pertambangan dinilai perlu mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak, mulai dari kementerian, pemerintah daerah, hingga lembaga penegak hukum. Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa tata kelola sumber daya alam (SDA) kini menjadi perhatian serius pemerintah.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebut Presiden Prabowo memberi perhatian besar terhadap isu tambang dan pengelolaan SDA agar tidak hanya dinikmati segelintir pihak.

“Beliau berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Wakil Panglima TNI karena ingin mendapatkan update berkenaan dengan masalah pertahanan dan terutama laporan sekembalinya beliau semua dari Morowali (terkait isu tambang ilegal),” ujar Prasetyo, usai rapat terbatas di kediaman Presiden Prabowo, Jakarta Selatan, Minggu (10/11/2025).

1. Pengawasan ketat jadi kunci tata kelola tambang yang berkeadilan

IDN Times/Dok.Kementerian ESDM

Indonesia memiliki kekayaan mineral dan batubara yang besar dan menjadi penopang ekonomi nasional. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, potensi ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat.

Pemerintah daerah pun diminta berperan aktif dalam memastikan praktik pertambangan berjalan sesuai aturan.
Di Jawa Barat, misalnya, Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono, menjelaskan bahwa penerbitan 76 izin usaha pertambangan (IUP) baru sebagian besar merupakan perpanjangan, bukan izin baru.

“Mayoritas merupakan IUP perpanjangan, namun dengan persyaratan dan pengawasan yang lebih ketat. Persyaratannya kini lebih ketat dan diawasi oleh pemerintah daerah dengan supervisi dari provinsi,” tegas Bambang.

2. Penegakan hukum tak boleh ‘Masuk Angin’

Ilustrasi hukum (freepik.com)

Upaya pemberantasan praktik culas di industri tambang juga bergantung pada komitmen penegak hukum. Kasus korupsi tambang nikel di lahan PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sultra, menjadi pengingat betapa pentingnya keadilan ditegakkan secara menyeluruh.

Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp5,7 triliun, dengan keterlibatan sejumlah pihak dari PT Antam, PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama, serta beberapa pejabat Kementerian ESDM. Namun, pengamat hukum pidana Dimas Prasetyo menilai penanganan kasus tersebut masih menyisakan tanda tanya.

“Ini memperkuat dugaan adanya perlakuan khusus terhadap pihak tertentu,” ujarnya, menyoroti absennya Komisaris PT LAM, Tan Lie Pin alias Lily Salim, di persidangan meski sudah dipanggil beberapa kali.

Selain itu, keputusan Jaksa yang tidak mengajukan kasasi terhadap putusan TPPU atas terdakwa Windu Aji Sutanto juga menuai sorotan. Ia dinilai menikmati hasil korupsi tambang nikel, namun tidak dijatuhi pidana tambahan karena alasan ne bis in idem.

3. Skema WPR jadi langkah strategis cegah tambang ilegal

Ilustrasi tambang batu bara (IDN Times/Aditya)

Untuk mengurangi praktik tambang ilegal, pemerintah kini mengakselerasi penerapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Skema ini mengalihkan aktivitas tambang rakyat ke jalur legal dan teratur—tanpa melegalkan tambang ilegal.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, WPR adalah bagian dari komitmen Presiden Prabowo agar hasil kekayaan alam benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

“Sumber daya alam kita yang begitu besar, harus kita kelola sebaik-baiknya, untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara, serta kesejahteraan rakyat kita. Ini yang terkait dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya.

Editorial Team